Dalam ekonomi kelembagaan ada 3 komponen yaitu aturan
formal, aturan informal dan mekanisme penegakan. Aturan formal dalam hal ini
adalah UU Pemilu No. 23 tahun 2003 yang menyebutkan batas maksimal sumbangan
yang boleh diterima dari perorangan maupun perusahaan. Dari perorangan
sumbangan meksimal Rp 100 juta, sedangkan dari perusahaan maksimal Rp 750 juta,
bila ada yang menerima lebih dari itu yang bersangkutan dapat dikenakan pidana.
Hal ini juga termuat dalam Aturan KPU
No. 19 tahun 2008 yang menerangkan bahwa dana kampanye tidak dibenarkan
berasal dari pihak asing, BUMN/BUMD dan pemerintah. Sedangkan aturan informal
adalah nilai-nilai, norma pada masyarakat. Jika ketahuan oleh public menerima
dana asing, capres terpilih dapat menggangu eksistesinya. Pada mekanisme
penegakan yaitu dengan adanya PPATK yang
bertugas mengaudit aliran dana kampanye, serta di beberapa fraksi DPR juga
adanya sanksi pembatalan kemenangan bagi pasangan calon yang menerima dana asing
dan tindakan pidana pada yang bersangkutan.
Dana asing yang digunakan dalam dalam kampanye pemilu
2009 secara tidak langsung akan dapat mendikte kepentingan, baik parpol maupun
peserta pilpres. Bantuan asing berpotensi terjadinya intervensi terhadap
politik dan system ekonomi di dalam negeri. Dalam konteks teori ekonomi politik
pada pendekatan teori rent-seeking,
aliran dana asing ini dapat mengakibatkan kepentingan-kepentingan kelompok
sehingga muncul lobi=lobi. Pada system lobi ini kelompok kepentingan yang
mengalirkan dananya demi kesuksesan capres dapat berupaya untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya.
Semakin besar perluasan pemerintahan terpilih dalam mengalokasika kesejahteraan
maka semakin besar muculnya pencari rente.
Dalam menghubungakan
teori redistributive combines dengan
teori keadilan, ada relasi yang bisa ditarik pada konteks aliran dana asing
ini. Pertama, adalah teori redistributive
combines mengandalkan adanya otoritas penuh dari pemerintah terpilih (calon
yang menang dan didanai oleh pihak asing) untuk mengalokasikan kebijakan kepada
kelompok-kelompok (yang mendanai) terhadap kebijakan tersebut. Akibatnya
kebijakan yang muncul adlah hasil dari interaksi antara kelompok kepentingan
dan pemerintah yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.
Kedua, adalah kelompok kepentingan yang mendanai tadi lebih mampu membeli
kebijakan pemerintah tersebut.
Dengan
melihat kondisi seperti ini jadi tidak dibenarkan masuknya dana asing dalam
kampanye sangat riskan dan berpotensi bermasalah sehingga dapat mengganggu
eksistensi proses pemilu dan KPU sebagi lembaga yang berwenang dalam
menjalankan pemilu. Oleh karena itu, kita harus bertindak tegas dalam menghadai
intervensi Negara asing.