Pembangunan industri yang akan dilaksanakan bersumber
dari potensi obyektif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yaitu meliputi
potensi sumberdaya alam dan potensi sumberdaya manusia. Sebagai bangsa
Indonesia kita memiliki modal pembangunan yang sangat melimpah, kekayaan alam
kita bisa dikatakan lebih dari cukup jika dibandingkan dengan negara-negara
lain. Apalagi dengan jumlah penduduk
yang banyak pasti tenaga kerja juga melimpah. Sekarang tinggal bagaimana
cara kita melaksanakannya agar jumlah penduduk yang banyak tersebut tidak
menjadi beban bagi pembangunan.
Menurut Arsyad (1999), usaha
pembangunan industri di daerah mulai dikenal setelah Perang Dunia II, yang
dipelopori oleh Perroux (1970), Myrdal (1957) dan Hirscman (1958). Teori
Perroux yang dikenal dengan teori pusat pertumbuhan, merupakan teori yang
menjadi dasar dan strategi kebijaksanaan pembangunan industri daerah yang
banyak diterapkan di berbagai daerah dewasa ini.
Perroux dalam buku Arsyad (1999), mengatakan bahwa
pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama, namun
pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut sebagai pusat
pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti dari Teori Perroux tersebut
adalah :
a. Dalam proses
pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak
utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat
erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan
industri lain yang berhubungan erat
dengan industri unggulan tersebut.
b.
Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri
akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan
industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan di daerah yang lain.
c. Perekonomian merupakan
gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan
industri-industri yang relatif pasif, yaitu industri yang tergantung dari industri
unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan
mempengaruhi daerah daerah-daerah yang relatif pasif.
Secara umum industri dapat
diklasifikasikan berdasarkan skala penggunaan tenaga kerja dan nilai
investasinya. Menurut BPS klasifikasi industri berdasarkan skala pengunaan
tenaga kerja adalah :
1. Industri besar, yang
menggunakan tenaga kerja lebih dari 100 orang.
2. Industri sedang, yang
menggunakan tenaga kerja antara 20 - 99 orang.
3. Industri kecil, yang
menggunakan tenaga kerja 5 -19 orang.
4. Industri kerajinan
rumah tangga, yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang.
Sedangkan penggolongan industri menurut Dinas Perindustrian
berdasarkan atas nilai investasinya, yaitu :
1. Industri
kecil, nilai investasi yang digunakan kurang dari Rp. 5 juta
2.
Industri menengah, nilai investasi
yang digunakan antara Rp. 5 juta
sampai Rp. 200 juta
2.
Industri
besar, menggunakan investasi sebesar lebih dari Rp. 200 juta
Dalam Undang- Undang no. 9 tahun 1995, juga ditetapkan
bahwa usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset neto (tanpa gedung dan tanah)
tidak lebih dari Rp. 200 juta. Lalu industri menengah adalah industri yang
memiliki aset neto antara Rp. 200 juta sampai dengan Rp.10 miliar, sedangkan
industri dengan aset neto di atas Rp. 10 miliar adalah industri besar.