Keterkaitan antara kependudukan dan pembangunan sangat erat. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu negara adalah sumber daya manusianya. Jika berbicara mengenai sumber daya manusia berarti erat kaitannya dengan ilmu kependudukan. Dengan kata lain kependudukan tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan nasional.
Penduduk
Definisi penduduk menurut Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu (Lemhannas, 1997:39)
Sampai dengan munculnya aliran neo-klasik, pengaruh penduduk terhadap kegiatan ekonomi sedikit sekali diperhatikan. Namun minat para ahli muncul ketika teori stagnasi muncul dan banyak menjadi perbincangan yang hangat oleh banyak ahli. Teori stagnasi tersebut menitikberatkan pengaruh negara terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara yang secara ekonomi sudah maju dan ternyata pertumbuhan penduduknya menurun secara signifikan. Minat para ahli ekonomi semakin menonjol terhadap kependudukan karena mereka juga tertarik pada masalah-masalah perkembangan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Ada dua faktor yang mendorong mengapa semakin diminatinya permasalahan ini. Selain karena semakin banyaknya masalah yang muncul sebagai akibat imbangan yang tidak stabil antara penduduk dan sumber daya, juga karena tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara sedang berkembang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun dikalangan para ahli terdapat kata sepakat bahwa perkembangan ekonomi selalu diselingi dengan masalah kependudukan dan bahwa pola-pola pertumbuhan penduduk di negara-negara sedang berkembang telah membawa akibat yang cukup serius, namun kenyataanya masih belum banyak dilakukan usaha-usaha untuk memperlakukan faktor penduduk sebagai elemen integral. Sampai sejauh ini faktor penduduk masih saja dianggap sebagai variabel yang independen atau eksogen (Munir, 1983:117).
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi faktor penduduk dalam pembangunan (Lemhannas, 197:39):
1. Jumlah Penduduk: jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang. Jika tidak demikian, maka akan timbul pengangguran dan problem sosial yang dapat melemahkan ketahanan nasional.
2. Komposisi penduduk: komposisi penduduk adalah susunan penduduk berdasarkan suatu pendekatan tertentu. Masalah-masalah yang muncul dari komposisi penduduk yang tidak seimbang jika tidak teratasi maka akan timbul kegoncangan sosial.
3. Persebaran penduduk: Persebaran penduduk yang ideal adalah persebaran yang sekaligus dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yaitu persebaran yang proporsional.
4. Kualitas penduduk: Faktor yang mempengaruhi kualitas penduduk ialah faktor fisik (kesehatan, gizi, dan kebugaran) dan faktor non fisik (mentalitas dan intelektualitas).
Untuk mengatasi masalah penduduk diperlukan kebijaksanaan pemerintah yang mengatur, mengendalikan atau menciptakan iklim yang berkaitan dengan jumlah, komposisi, persebaran, dan kualitas penduduk melalui berbagai cara seperti pusat-pusat pertumbuhan, keluarga berencana, transmigrasi, di samping meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental serta pengembangan kualitas sosial ekonomi. Semua itu bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara kenaikan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan persebaran penduduk yang proporsional serta keserasian, kesejahteraan, dan keamanan dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Berikut ini adalah arah kebijaksanaan nasional yang berkaitan dengan faktor kependudukan (Lemhannas, 1997:39):
1. Pembangunan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan harus di dukung dengan pengaturan pertumbuhan, persebaran penduduk, secara serasi dan peningkatan kualitas penduduk yang memadai.
2. Pengaturan laju pertumbuhan penduduk dirumuskan dalam kebijaksanaan gerakan KB nasional dan program di luar KB yang mendukungnya secara terpadu.
3. Pengaturan penyebaran penduduk dapat dilakukan dengan jalan peningkatan usaha transmigrasi yang terpadu dengan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.
4. Pengaturan kualitas penduduk antara lain dilakukan dengan cara peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, perbaikan mutu gizi dan pendidikan umum.
5. Peningkatan kemampuan, keahlian, keterampilan, dan kebugaran sumber daya manusia secara terarah dan berlanjut.
Pelaksanaan arah kebijaksanaan di atas harus didukung oleh partisipasi aktif masyarakat.
Tenaga Kerja
Pemerataan pembangunan berarti pula pemerataan kesempatan bagi setiap warga negara untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat merupakan sumber penghasilan untuk dapat menikmati kehidupan yang layak. Menurut Sagir, orientasi pembangunan harus benar-benar memprioritaskan (Sagir, 1982:49):
1. Perluasan kesempatan kerja bagi penduduk yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja dan memerangi pengangguran.
2. Pemerataan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik yang menyangkut bidang ekonomi maupun non ekonomi.
Perluasan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pemerataan pembangunan yang sekaligus berfungsi untuk menciptakan ketahanan nasional serta partisipasi aktif masyarakat, umumnya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya, yaitu (Sagir, 1982:59):
1. Kependudukan: mencerminkan kondisi dua dimensional, di satu pihak dapat merupakan modal dasar ke arah tercapainya sasaran pembangunan nasional, tetapi juga sekaligus dapat menjadi beban nasional jika angka pertumbuhan penduduk tidak disertai oleh adanya perluasan kesempatan kerja.
2. Kedudukan geografi dan sumber daya alam: kedudukan geografi yang strategis dengan daya alamnya dapat merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai wadah maupun wahana untuk penciptaan kesempatan kerja.
3. Kondisi ekonomi: dalam pengertian struktur ekonomi yang “agraris berat sebelah” (tidak adanya keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian), juga mencerminkan adanya struktur ekonomi dualistis.
4. Sosial budaya: sosial budaya dengan pranata sosialnya merupakan nilai-nilai yang dapat mendorong atau menghambat mobilitas angkatan kerja untuk tercapainya perluasan kesempatan kerja.
5. Politik: dalam pengertian proses pengambilan keputusan suatu kebijaksanaan yang diambil untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perluasan kesempatan kerja.
Perluasan dan penyebaran kesempatan kerja dihadapkan pada masalah ketimpangan-ketimpangan sebagai berikut (Sagir, 1982:166):
1. Masalah kependudukan antara pulau Jawa dan luar Jawa.
2. Ketimpangan pembangunan antar daerah.
3. Ketidakserasian laju pembangunan di daerah kota dan daerah pedesaan.
4. Kurang berkembangnya informasi pasar tenaga kerja sehingga menimbulkan kesenjangan permintaaan dan penawaran tenaga kerja.
5. Kurang terdapatnya penyesuaian antara program kependudukan dengan arah pembangunan.
6. Ketimpangan koordinasi di dalam pemilihan investasi padat modal dan padat karya.
7. Ketimpangan tingkat produktivitas antara sektor pertanian dan sektor non pertanian.
8. Kekurangserasian perkembangan sektor formal dan sektor informal.
9. Masalah pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung.
10. Ketimpangan peranan pemerintah dan peranan swasta.
Untuk memecahkan hambatan-hambatan terhadap kemungkinan perluasan kesempatan kerja, maka perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan sebagai berikut (Sagir, 1982:167):
1. Membina kesempatan kerja dalam sektor informal.
2. Memperluas dan mengintensifkan pemakaian pusat-pusat latihan keterampilan.
3. Meningkatkan program transmigrasi sebagai suatu usaha untuk memperluas lapangan kerja di sektor pertanian, khususnya di luar pulau Jawa.
4. Meningkatkan program pembangunan daerah dengan memberikan tekanan kepada pengembangan sektor informal di daerah masing-masing.
Penduduk
Definisi penduduk menurut Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu (Lemhannas, 1997:39)
Sampai dengan munculnya aliran neo-klasik, pengaruh penduduk terhadap kegiatan ekonomi sedikit sekali diperhatikan. Namun minat para ahli muncul ketika teori stagnasi muncul dan banyak menjadi perbincangan yang hangat oleh banyak ahli. Teori stagnasi tersebut menitikberatkan pengaruh negara terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara yang secara ekonomi sudah maju dan ternyata pertumbuhan penduduknya menurun secara signifikan. Minat para ahli ekonomi semakin menonjol terhadap kependudukan karena mereka juga tertarik pada masalah-masalah perkembangan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Ada dua faktor yang mendorong mengapa semakin diminatinya permasalahan ini. Selain karena semakin banyaknya masalah yang muncul sebagai akibat imbangan yang tidak stabil antara penduduk dan sumber daya, juga karena tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara sedang berkembang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun dikalangan para ahli terdapat kata sepakat bahwa perkembangan ekonomi selalu diselingi dengan masalah kependudukan dan bahwa pola-pola pertumbuhan penduduk di negara-negara sedang berkembang telah membawa akibat yang cukup serius, namun kenyataanya masih belum banyak dilakukan usaha-usaha untuk memperlakukan faktor penduduk sebagai elemen integral. Sampai sejauh ini faktor penduduk masih saja dianggap sebagai variabel yang independen atau eksogen (Munir, 1983:117).
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi faktor penduduk dalam pembangunan (Lemhannas, 197:39):
1. Jumlah Penduduk: jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang. Jika tidak demikian, maka akan timbul pengangguran dan problem sosial yang dapat melemahkan ketahanan nasional.
2. Komposisi penduduk: komposisi penduduk adalah susunan penduduk berdasarkan suatu pendekatan tertentu. Masalah-masalah yang muncul dari komposisi penduduk yang tidak seimbang jika tidak teratasi maka akan timbul kegoncangan sosial.
3. Persebaran penduduk: Persebaran penduduk yang ideal adalah persebaran yang sekaligus dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yaitu persebaran yang proporsional.
4. Kualitas penduduk: Faktor yang mempengaruhi kualitas penduduk ialah faktor fisik (kesehatan, gizi, dan kebugaran) dan faktor non fisik (mentalitas dan intelektualitas).
Untuk mengatasi masalah penduduk diperlukan kebijaksanaan pemerintah yang mengatur, mengendalikan atau menciptakan iklim yang berkaitan dengan jumlah, komposisi, persebaran, dan kualitas penduduk melalui berbagai cara seperti pusat-pusat pertumbuhan, keluarga berencana, transmigrasi, di samping meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental serta pengembangan kualitas sosial ekonomi. Semua itu bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara kenaikan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan persebaran penduduk yang proporsional serta keserasian, kesejahteraan, dan keamanan dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Berikut ini adalah arah kebijaksanaan nasional yang berkaitan dengan faktor kependudukan (Lemhannas, 1997:39):
1. Pembangunan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan harus di dukung dengan pengaturan pertumbuhan, persebaran penduduk, secara serasi dan peningkatan kualitas penduduk yang memadai.
2. Pengaturan laju pertumbuhan penduduk dirumuskan dalam kebijaksanaan gerakan KB nasional dan program di luar KB yang mendukungnya secara terpadu.
3. Pengaturan penyebaran penduduk dapat dilakukan dengan jalan peningkatan usaha transmigrasi yang terpadu dengan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.
4. Pengaturan kualitas penduduk antara lain dilakukan dengan cara peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, perbaikan mutu gizi dan pendidikan umum.
5. Peningkatan kemampuan, keahlian, keterampilan, dan kebugaran sumber daya manusia secara terarah dan berlanjut.
Pelaksanaan arah kebijaksanaan di atas harus didukung oleh partisipasi aktif masyarakat.
Tenaga Kerja
Pemerataan pembangunan berarti pula pemerataan kesempatan bagi setiap warga negara untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat merupakan sumber penghasilan untuk dapat menikmati kehidupan yang layak. Menurut Sagir, orientasi pembangunan harus benar-benar memprioritaskan (Sagir, 1982:49):
1. Perluasan kesempatan kerja bagi penduduk yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja dan memerangi pengangguran.
2. Pemerataan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik yang menyangkut bidang ekonomi maupun non ekonomi.
Perluasan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pemerataan pembangunan yang sekaligus berfungsi untuk menciptakan ketahanan nasional serta partisipasi aktif masyarakat, umumnya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya, yaitu (Sagir, 1982:59):
1. Kependudukan: mencerminkan kondisi dua dimensional, di satu pihak dapat merupakan modal dasar ke arah tercapainya sasaran pembangunan nasional, tetapi juga sekaligus dapat menjadi beban nasional jika angka pertumbuhan penduduk tidak disertai oleh adanya perluasan kesempatan kerja.
2. Kedudukan geografi dan sumber daya alam: kedudukan geografi yang strategis dengan daya alamnya dapat merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai wadah maupun wahana untuk penciptaan kesempatan kerja.
3. Kondisi ekonomi: dalam pengertian struktur ekonomi yang “agraris berat sebelah” (tidak adanya keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian), juga mencerminkan adanya struktur ekonomi dualistis.
4. Sosial budaya: sosial budaya dengan pranata sosialnya merupakan nilai-nilai yang dapat mendorong atau menghambat mobilitas angkatan kerja untuk tercapainya perluasan kesempatan kerja.
5. Politik: dalam pengertian proses pengambilan keputusan suatu kebijaksanaan yang diambil untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perluasan kesempatan kerja.
Perluasan dan penyebaran kesempatan kerja dihadapkan pada masalah ketimpangan-ketimpangan sebagai berikut (Sagir, 1982:166):
1. Masalah kependudukan antara pulau Jawa dan luar Jawa.
2. Ketimpangan pembangunan antar daerah.
3. Ketidakserasian laju pembangunan di daerah kota dan daerah pedesaan.
4. Kurang berkembangnya informasi pasar tenaga kerja sehingga menimbulkan kesenjangan permintaaan dan penawaran tenaga kerja.
5. Kurang terdapatnya penyesuaian antara program kependudukan dengan arah pembangunan.
6. Ketimpangan koordinasi di dalam pemilihan investasi padat modal dan padat karya.
7. Ketimpangan tingkat produktivitas antara sektor pertanian dan sektor non pertanian.
8. Kekurangserasian perkembangan sektor formal dan sektor informal.
9. Masalah pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung.
10. Ketimpangan peranan pemerintah dan peranan swasta.
Untuk memecahkan hambatan-hambatan terhadap kemungkinan perluasan kesempatan kerja, maka perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan sebagai berikut (Sagir, 1982:167):
1. Membina kesempatan kerja dalam sektor informal.
2. Memperluas dan mengintensifkan pemakaian pusat-pusat latihan keterampilan.
3. Meningkatkan program transmigrasi sebagai suatu usaha untuk memperluas lapangan kerja di sektor pertanian, khususnya di luar pulau Jawa.
4. Meningkatkan program pembangunan daerah dengan memberikan tekanan kepada pengembangan sektor informal di daerah masing-masing.