Pemerintah sederhanakan perizinan pembangunan perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tujuan dilakukannya penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan tersebut adalah untuk mendukung percepatan pelaksanaan Program Sejuta Rumah.
Untuk menyederhanakan perizinan,
pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 1/2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Perpres Nomor 3/2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Inpres Nomor 3/2016
tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.
Beberapa kemudahan perizinan perumahan
untuk MBR yang diberikan antara lain adalah kemudahan administrasi dan
pelayanan, kemudahan waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
dan kemudahan dalam bantuan teknis dan informasi. Kemudahan tersebut
diberikan pada penyediaan rumah, baik dalam bentuk rumah sederhana tapak
maupun rumah susun sederhana yang dibangun sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kebutuhan Dana Program Sejuta Rumah Sebesar Rp1.000 Triliun
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan
Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin dalam acara konferensi pers Program
Satu Juta Rumah 2016 dan Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan
MBR, di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat (19/8/2016)
mengatakan bahwa Program Sejuta Rumah bukan program yang hanya dilihat
dari aspek fisiknya saja namun masih banyak aspek lainnya, seperti aspek
pembiayaan dan regulasi.
Pada 2015 lalu, pencapaian Program
Sejuta Rumah hanya sebanyak 699.770 unit, termasuk di dalamnya
rumah swadaya. Kemudian berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
per Agustus 2016, saat ini capaian Satu Juta Rumah 2016 hampir 400.000
unit yang terdiri dari 220.000 unit penyaluran pembiayaan perumahan oleh
BTN, 100.000 unit dari pemerintah pusat, 8.800 dari pemerintah daerah,
16.000 unit dari kementerian dan lembaga lain, dan sisanya dari
perumahan komersial.
Untuk tahun ini target Program Sejuta Rumah terdiri dari 700.000 unit untuk MBR dan 300.000 unit lainnya untuk non MBR.
Syarif mengakui bahwa dalam
perjalanannya masih banyak masalah penyediaan perumahan yang
belum clear sampai saat ini. Menurutnya ada beberapa poin yang menjadi
persoalan dan salah satunya yaitu masih soal perizinan. Karena perizinan
ini melahirkan high cost dan waktu yang lama dan hal tersebut yang akan
terus disempurnakan oleh pemerintah.
“Jadi mewujudkan sebuah rumah ternyata tidak hanya membangun fisik saja tapi sangat ditentukan oleh regulasi yang ada,” katanya.
Dengannya adanya penyederhanaan regulasi maka akan ada peningkatan dan percepatan terwujudnya pembangunan sejuta rumah setiap tahunnya. “Saya yakin kemudahan perizinan jika dapat terealisasi dengan baik, maka akan lebih baik lagi, karena ada yang sampai satu tahun belum keluar juga izinnya,” ungkap Syarif.
Selain memberikan kemudahan perizinan,
pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan perumahan untuk mendukung
Program Sejuta Rumah khususnya bagi MBR. Beberapa bantuan tersebut
antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi
Selisih Bunga (SSB), dan Bantuan Uang Muka (BUM). Kemudian pembebasan
pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk rumah sederhana tapak dan
rusunami, pemberikan PSU untuk rumah sederhana tapak.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan
Kementerian PUPR, Maurin Sitorus mengatakan bahwa penyederhanaan
perizinan ini selalu disuarakan oleh pengembang. Karena terkait
perizinan, selama ini dianggap tidak ada kepastian waktu dan biayanya.
Maurin menambahkan bahwa untuk 2016,
pemerintah telah mengalokasikan anggaran FLPP senilai Rp9,22 triliun
untuk memfasilitasi penerbitan KPR FLPP sebanyak 84.000 unit. Untuk dana
SSB dialokasikan dana sebesar Rp 2,05 triliun dan Bantuan Uang Muka
(BUM) sebesar Rp1,2 triliun.