Agaknya artikel saya yang kali ini akan menjadi sedikit kontroversi. Pada salah satu kesempatan, seorang murid sekaligus rekan bertanya kepada saya, “Ko, kalau saya ada uang nih sebesar Rp xxx, kira-kira beli properti dimana yang tepat ya agar bisa saya tinggali?”
Semua orang mengetahui dan menjadi rahasia umum bahwa, properti di Indonesia harganya mahal kalau boleh untuk tidak dibilang sangat mahal. Kenaikan harga properti begitu fantastis dari hari kehari. Sehingga barang siapa tidak membeli akan tertinggal dan akhirnya kita tidak bisa memiliki properti dimana harganya bisa jauh lebih cepat naiknya dari pada pendapatan kita.
Membeli tempat tinggal adalah sebuah kebutuhan pokok. Baik Anda maupun saya, tentunya memiliki 3 kebutuhan utama yang kita kenal dengan sandang, pangan dan papan. Tanpa tempat tinggal, maka Anda tidak memiliki papan.
Akhirnya dengan percepatan kenaikan harga properti, seolah setiap orang panik membeli tanpa perlu lagi peduli apakah yang dibeli sesuai atau tidak. Daripada tidak kebagian, daripada harganya sudah melambung gila-gilaan.
Namun, apakah Anda merasa bahwa membeli tempat tinggal dengan dorongan yang tidak jelas ini, sama seperti Anda membeli pakaian tanpa memperhitungkan apakah pakaian itu kebesaran atau kekecilan atau lainnya?
Cerita menarik yang ingin saya ceritakan adalah, ada seorang suami istri yang sudah capek hidupnya menjadi "kontraktor". Eits… jangan salah, kontraktor disini bukan pengembang melainkan karena setiap tahun selalu pindah tempatngontrak atau sewa tempat tinggal,
Karena sudah capek jadi "kontraktor", suami-istri ini bersikeras untuk punya tempat tinggal sendiri.
Yang semula tempat tinggalnya hanya berjarak 20 menit dari tempat aktivitas suami dan istri ini bekerja, setelah memiliki tempat tinggal sendiri, suami dan istri ini mendapati jarak tempat rumah tinggal pribadi dengan aktivitasnya setiap hari kini menjadi 2 jam. Jangan lupa, bila pergi 2 jam maka pulang juga 2 jam.
Loh kenapa tidak cari yang lebih dekat? Tentu jawabannya sederhana, karena yang sesuai dengan budget dan bisa sesuai dengan cicilannya adalah ya itu tempat yang jaraknya 2 jam itu.
Anda tau cerita selanjutnya? Karena tempat kerja dan tempat tinggal yang menjadi jauh dan keseharian yang jauh berlipat kelelahannya, sang istri suatu kali kecelakaan di jalan raya, meski tidak meninggal namun pemulihannya cukup lama sampai menahun!
Ini adalah sebuah potret sederhana dari kejadian korban properti tempat tinggal demi memiliki tempat tinggal sendiri berujung pada aktivitas yang menjadi tidak efisien. Biaya hidup menjadi jauh lebih tinggi, dan memiliki tidak selalu lebih indah bukan?
Tapi bagaimana lagi Ryan? Harga selalu naik, apa artinya kita tidak boleh memiliki tempat tinggal bila memang kita tidak mampu? Tentu jawabannya adalah tidak. Namun dengan mengorbankan diri kita untuk bisa memiliki sebuah tempat tinggal sendiri, seperti itu bukanlah sebuah pertukaran yang sepadan.
Memang hidup sesaat menjadi tidak adil. Ketika ada 1 orang dengan setengah mati ingin memiliki rumah tinggal, diseberang kita mampu memiliki properti berlusin-lusin.
Namun, di sinilah yang perlu kita ketahui bahwa, yang memiliki properti berlusin-lusin itu juga bisa saja mereka memilikinya dengan cara yang salah. Hasil yang tidak sesuai dengan harapan, atau bahkan justru "dirongrong" dengan properti tersebut yang minta makan (biaya) karena salah dalam konsep dasar memiliki properti.
Bila harus kita mengikuti keinginan atas dasar kebutuhan properti tempat tinggal kita sendiri, dapat saya garansi, bayangan properti tempat tinggal ideal Anda mayoritas akan lebih mahal dari kemampuan Anda saat ini pada umumnya.
Maksudnya begini, sebuah keluarga yang sudah memiliki 1 orang anak akan memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki properti dengan minimal 2 kamar tidur. Namun pada kenyataannya, kemampuan ekonominya hanya mampu memiliki tempat tinggal yang hanya memiliki 1 kamar tidur saja, ataupun tidak mampu memiliki tempat tinggal dengan spesifikasi apapun.
Hal inilah yang dianggap sebagai jurang pemisah antara kebutuhan dan kemampuan dalam properti tempat tinggal. Hal ini juga diakibatkan karena faktor harga yang mengalami kenaikan secara liar.
Sama dengan merencanakan masa depan. Memiliki properti yang sesuai harapan juga memerlukan sebuah perencanaan dan bisa dengan bantuan instrument investasi seperti properti itu sendiri, ataupun dengan bantuan instrument investasi lainnya yang mampu mengimbangi percepatan kenaikan properti.
Salah satu strateginya adalah dengan ‘batu lompatan’. Bila Anda mampu memiliki properti yang tidak sesuai dengan kebutuhan Anda hari ini, jangan Anda paksakan untuk Anda tinggali properti tersebut. Biarlah Anda tetap menjadi ‘kontraktor’ sementara, dan pastikan properti yang kini Anda miliki bekerja mencari uang untuk Anda.
Salah satunya adalah, disewakan. Dengan tetap Anda membangun kekuatan finansial untuk bisa meraih spesifikasi properti yang Anda butuhkan, salah satu properti yang kini menjadi aset Anda, kini turut bekerja dan berpotensi mengalami kenaikan ledakan harga properti.
Masih cukup banyak strategi yang ada untuk bisa mematahkan masalah properti sesuai budget ini. Namun saya kira pada artikel ini, saya ingin mengetuk sedikit kesadaran kita, untuk tidak membeli properti dan memakainya sama seperti membeli baju yang kebesaran dan kekecilan untuk badan kita.
Saya tidak bermaksud mempromosikan buku saya yang berjudul "Membangun Kekayaan Investasi Properti". Namun karena keterbatasan kolom artikel ini, untuk saya bisa membahas strategi lainnya, Anda bisa membaca konsep dan strategi lainnya melalui buku tersebut.
Salam investasi untuk Indonesia
sumber kompas