Gambaran Kondisi Pengembangan Dan Pembiayaan Pertanian di Indonesia.
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat di tunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sector pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Namun cukup di sayangkan kondisi usaha pertanian di Indonesia masih jauh dari kata “baik” fakta ini dapat dilihat dari rendahnya taraf hidup para petani di Indonesia dan tidak mampunya produk pertanian Indonesia masuk pasaran international. Padahal apabila kita tengok tetangga kita Thailand yang juga sebagai negara pertanian yang tidak terlalu istimewa pertaniannya dan teknologinya maka kita akan merasa iri dengan keberhasilannya menembus pasar internasional bahkan Thailand mampu mengeluarkan produk holtikuktura yang sangat terkenal sampai pelosok nusantara seperti jambu Bangkok, Durian Bangkok, Pepaya Thailand adalah sederet produk yang sangat familiardengan kita.
Dari sini akan muncul pertanyaan mengapa pertanian di Indonesia tidak mampu seperti itu, dari sini kita aka coba telaah dari pengembangan dan pembiayan pertanian yang merupakan siklus dari pertanian Indonesia. Namun sebelumnya kita mencoba belajar pada Thailand sebagai raja bisnis pertanian di kawasan asia. Pada Negara Thailand dalam hal pembiayaan tidak perlu menunggu skim kredit tertentu seperti Indonesia untuk modal kerja. Keadaan ini disebabkan Thailand memiliki Bank for Agriculture and Agricultur Coomperatives (BACC). yang memang khusus lembaga keuangan untuk sektor pertanian. Persyaratan untuk menjadi anggota (BAAC) juga tidak sulit apalagi petni yang menjadi anggota dari kopersi tertentu. Selain itu di Thailand bisa dikatakan tidak punya masalah dengan bibit unggul baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Deptan dan juga pengusaha selalu siap dengan penyedia bibit yang dibutuhkan oleh petani. Penelitian untuk mencari varietas unggul telah menjadi keharysan di Thailand. Pemerintah juga sangat berperan dalam mbuka pasar lokal untuk produk pertanian. Bahkan memiliki pasar induk raksasa Thaalad Thai seluas 80 acre yang di klaim sebagai pusat pasar produk pertanian terbesar di Asia. Akses ke pasar dunia bagi petani Thailand sudah menjadi sesuatu yang biasa sehingga tidak mengherankan produk-produk pertanian merambah pasar internasional seperti AS, Jepang,Taiwan,China,Singapura,termasuk Indonesia.
Dari gambaran pertanian Thailand di atas kita tentunya akan mengetahui pembiayaan dan pengembangan pertanian Indonesia sungguh mengenaskan penelitian pertanian Indonesia kebanyakan sudah puas melakukan pengembangan hanya pada sampai pembentukan jaringan dari suatu sel menjadi sebatang pohon saja. Bahkan penelitian di Indonesia tidak mengarahkan pada peningkatan kualitasnya, seperti misalnya memperbanyak jumlah buah, untuk meningkatkan kualitas agar lebih baik dari induknya. Kebijakan pemerintah yang lemah pada sektor pertanian. Disisi pembiayaan pertanian di Indonesia juga tedapat permasalahan berupa tidak tersentuhnya bisnis pertanian dengan perbankan sehingga 70% sampai dengan 90% pertanian di Indonesia di isi oleh pembiayaan rentenir.
Dari sini tidak berlebihan jika petani di Indonesia identik dengan kemiskinan dan tidak mempunyai produk-produk pertanian Indonesia menembus pasar internasional. Dari sini tentunya dapat terlihat untuk memutus siklus permasalahan pertanian diperlukan pelaanan keuangan atau kredit yang lebih berpihak pada sektor pertanian dengan bunga rendah dan syarat mudah untuk meningkatkan daya saing berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang mencakup baik aspek hulu,aspek budi daya dan aspek hilir. Aspek pembiayaan yang perlu kita dahulukan disebabkan pewacanaan kita pada Thailand, dimana untuk memajukan pertanian mereka didirikan sebuah bank yang khusus menangani sektor pertanian.
Gambaran Perkembangan Dan Pola Pembiayaan Bank Syariah Selama Ini.
Kegiatanpertanian secara islami dibagi menjadi 3(tiga) yaitu : Konsumsi, Simpanan, dan Investasi dan di dalam ekonomi Islam mengajarkan pola moderat (tengah-tengah) yang tidak berlebihan tidak juga keterlaluan., hal ini dapat terlihat pada surat Al-Isra (17) ayat 27 yang melarang adanya pemborosan, “Sesungguhya orang yang melakukan itu adalah saudara-sausdara syaitan”. Dari doktrin Al-Qur’an itu secara umum dapat diartikan secara ekonomi mendorong tertumpuknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan untuk dihimpun kemudian dipergunakan dalam membagi investasi. dari sini diperlukan sebuah intermediate antara unit supply dan unit demand yaitu bank.
Perkembangan bank yang menggunakan perinsip Islam berkembang sangat pesat di Indonesia. Bank Islam pertama di Indonesia berdiri atas kerjasama MUI dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya di tanda tangani tanggal 1 November 1991. saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar yaitu Jakarta,Surabaya,Makassar,dan kota-kota lain.Disampim BMI, saat ini juga lahir Bank syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang telah ada.
Pada ekonomi Islam diperlukan bank yang Islami atau denganmenggunakan prinsip-prinsip Islam. Prinsi-prinsip Islam tentunya melarang adanya element riba dalam hal perbankan adalah bunga. Untuk itu disini akan dibahas mekanisme pembayaran di bank syariah, dalam pembiayaan syariah tidak dikenal instrument bunga tapi bagi hasil atau Profit and loss sharing. Namun sebelumnya kita perlu mangetahui mekanisme bagi hasil baiknya kita mengenal karakteristik Bank Syariah yang sadur dari kumpulan Islamic Banking Training Goes To Campus 2004 :
1.Berdasarkan perinsip perinsip syariah
2.Impementasi prinsip ekonomi Islam dengan cirri :
a. Malarang riba dalam berbagai bentuknya
b. Tidak mengenal konsep”Tim-valueof money”
c. Uang sebagai alat tukar bukan komoniti yang di per dagangkan
3.Beroperasi atas dasar bagi hasil
4.Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5.Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
6.Azas utama => Kemitraan, keadilan, transparansi, dan Universal
7.Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil => dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil.
Sistem bagi hasil dalam bank syariah dengan cara proposional antara shohibul maal denga mudhorib. Yang dibagikan adalah keuntungan (profit) dan apabila ada kerugian maka biaya kerugian bukan akibat kelalayan mudhorib maka akan ditanggung oleh shohibul maal.dan pembagian keuntungan tidak di lakukan sebelum kerugian telah ditutup dan ekuiti shohibul maal telah terbayar berikut ini gambaran sistem pembiayaan bagi hasil di Bank Syariah.
Namun perlu diketahui bahwa prinsip bagi hasil ini kurangberjalan karena masih di dominasi oleh prinsip murobahah yang hamper 70%. Hal ini di sebabkan bank syariah sendiri saat ini masih kesulitan menyalurkan dana dengan pola bagi hasil pada usaha yang aman dan resiko rendah. Pembiayaan pertanian layak dibiayai oleh bank syariah karena karakteristiknya sesuai. Di satu sisi sector pertanian belum tersentuh sektor perbankan.
Gambaran Mekanisme Pembiayaan Syariah Yang Akan Digunakan Pengembangan Usaha pertanian.
Pada mekanisme bank syariah, biasanya prinsip bagi hasil berlaku bagi produk penyertaan seperti, Al-Musyarakah, Al-Mudharabah, Al-Muzara’ah, Al-Musaqah, sedangkan pada pertanian ini telah direncanakan sebuah skema pembiayaan usaha kecil menggunakan bank syariah. Salah satu caranya seperti yang telah dipaparkan oleh ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Mustofa Edwin Nasution yang di lansir pada tabloid Modal No. 25, Maret 2005 misalnya menerapkan dana-dana keuntungan BUMN pada bank syariah dengan skim Mudharabah muqadayah. bank kemudian kemudian menyerahkan dana tersebut pada UMKM, baik melalui chanelling koperasi syariah,atau BMT, maupun langsung kepada unit usahanya.
Dalam paparan tersebut juga di sebutkan depertemen teknis, berfungsi sebagai penjamin terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh bank tersebut. Sehingga sektor perbankan tidak merugikan dan tujuan untuk mengembankan usaha kecil tercapai. Untuk penjaminan tersebut Deptan sejak tahun 2002 telah merintis dan mengkaji pola sektor pertanian. Saat ini dana yang teredia Rp 95 Milyar dana ini akan dialokasikan untuk dijadika pilot project pembiayaan syariah di 10 propinsi, akan digunakan untuk menjamin 1.000 usaha kecil pertanian dan sekitar 500 LKM syariah yang berada di sentra produk pertanian, yang dapat membiayai 10.000 usaha pertanian. Program penjaminan pembiayaan syariah merupakan program terobosan untuk membantu petani mendapatkan pelayanan penbiayaan dari perbankan melalui penyiapan angunan (Coleteral) dari APBN. Untuk mengurang kredit petani sehingga layak di danai oleh bank. Sehingga petani selama ini tidak Bankable Dapat dilayani oleh bank dan lembaga keuangan syariah.
Relevansi Pembiayaan Syariah Terhadap Pengembangan Usaha Pertanian.
Perancangan usulan pembiayaan syariah pada usaha pertanian di Indonesia, sebenarnya sudah sejak tahun 2003 diinginkan oleh departemen pertanian, namun keinginan ini baru hanya sebatas angan-angan walaupun Deptan telah menyelenggarakan seminar pembiayaan syariah untuk sektor pertanian, namun tidak ada Follow up yang searah. Baru pada 11 November 2004, setelah adanya pergantian pemerintahan dari Megawati Soekarno Putri kepada Susilo Bambang Yudoyono yang diikuti pergantian kabinet, termasuk menteri pertanian, gagasan tersebut ditindak lanjuti.
Tindak lanjut pada bulan November 2004 bukan hanya sekedar Follow up tapi dibuat semakin mengerucut hingga dalam bentuk aksi. Pengerucutan aksi ini berupa pertemuan antara Deptan dengan instansi terkaittermasuk bank Indonesia, lembaga keuangan syariah dan lembaga penjamin. Program ini disambut antusias oleh bank syariah, lantas ditanda tangani Letter of intentdengan 3 (tiga) bank syariah yakni, bank muamalat Indonesia, bank syariah Mandiri, dan BNI Syariah.
Dari gambaran diatas yang memaparkan menenai rancangan, flow up, hingga tindak lanjut kerjasama antara bank syariah dan usaha pertanian di Indonesia, penulis mencoba menganalisis relevansi pembiayaan syariah terhadap usaha pertanian. Namun sebelum menganalisis kita perlu memahami makna dari analisis ini. Relevansi sebenarnya merupakan kata serapan asing yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Indonesia. Relevansi berasal dari kata relevan => sesuai, cocok, pantas, sedangkan relevansi menurut kamus bahasa serapan karangan JS Badudu Relevansi => kesesuaian, kecocokan, keterkaitan, hubungan. Jadi relevansi pembiayaan syariah terhadap pengembangan usaha pertanian adalah kesesuaian pembiayaan syariah dalam pengembangan usaha pertanian di Indonesia.
Selanjutnya sekarang kita akan coba analisis kesesuaian pembiayaan syariah pada pengembangan usaha pertanian di Indonesia. Penganalisisan ini akan kita kaji secara teknis karena seperti pada bab III metode penulisan karya tulis ini dengan metode kajian pustaka dimana analisis ini bertumpu pada penelaahan kritis terhadap bahan pustaka yang relevan. Secara teoritis kendala pertanian Indonesia menurut PERHEPI (1989) adalah :
Pola pengusahaan usaha pertanian di tempat-tempat tertentu sering terpencar- pencar sehingga menyulitkan pembinaan dan juga menyulitkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang di harapkan. Usaha pertanian yang terpencar-pencar juga mengundang kurang baiknya ekosistem sehingga kondisi seperti itu mendorong munculnya serangan hama dan penyakit. Apalagi kalau lokasi terpencar itu tidak diupayakan penanaman yang serempak.
Pola pengusahaan usaha-usaha pertanian kurang berhasil karena tidak di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Pola pengusahaan usaha pertanian sering high cost economy dalam artian masih tingginya biaya per unit. Polapengusahaan usaha pertanian yang masih berorientasi pada produksi dan kebutuhan pasar. Adanya pola pemusatan agroindustri yangcendrung berlokasi pada daerah perkotaan. Adanya sistem kelembagaan di pedesaan yang tidak mendukung.Dan menurut Murbayanto (1995) dalam bukunya Pengantar ekonomi Pertanian meyebutkan bahwa kendala pertanian di Indonesia berpusat pada pola pembiayaan usaha pertanian, dimana banyak petani Indonesia yang terjerat sistem Ijon.
Untuk itu diperlukan perbaikan pola pembiayaan pada usaha pertanian di Indonesia. Pembiayaan dengan pola konvensional kurang tepat mengingat tingginya resiko pada usaha pertanian di Indonesia yang banyak tergantung pada faktor alam, sedangkan pembiayaan konvensional cenderung membebankan resiko kredit dan resiko usaha pada debitor (para petani), untuk itu diperlukan pembiayaan dengan pola lebih konservatif bagi petani sangat di perlukan.
Bank syariah di sini menjadi jawaban dari permasalahan finansial, pembiayaan usaha pertanian di indonesia karena sangat sesuai dengan karakteristik bank syariah yang menggunakan prinsip Profit dan Loss Sharing. Selain itu sistem pembiayaan syariah memiliki prinsip pelayanan yang dibutuhkan oleh petani. Dalam sistem pembiayaan syariah ditetapkan sistem bagi resiko dan bagi hasil secara adil dengan memperhitungkan untung dan rugi, serta tidak ada penetapan besaran keuntungan di awal perjanjian dan penetapan bagi hasil berdasarkan besarnya keuntungan yang di peroleh dari usaha yang di lakukan.
Dari sini kita dapat pahami bahwa pembiayaan syariah sangat relevan bagi pengembangan pertanian di Indonesia mengingat berbagai permasalahan pertanian yang disebutkan diatasa dapat diatasi oleh perbankan syariah dengan pola pembiayaannya yang menerapkan bagi resiko dan bagi hasil secara adil dengan memperhitungkan adanya untung dan rugi. Dan tentunya relevansi (kesesuaiaan pembiayaan syariah untuk usaha pertaniaan Indonesia sangat kuat.
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat di tunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sector pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Namun cukup di sayangkan kondisi usaha pertanian di Indonesia masih jauh dari kata “baik” fakta ini dapat dilihat dari rendahnya taraf hidup para petani di Indonesia dan tidak mampunya produk pertanian Indonesia masuk pasaran international. Padahal apabila kita tengok tetangga kita Thailand yang juga sebagai negara pertanian yang tidak terlalu istimewa pertaniannya dan teknologinya maka kita akan merasa iri dengan keberhasilannya menembus pasar internasional bahkan Thailand mampu mengeluarkan produk holtikuktura yang sangat terkenal sampai pelosok nusantara seperti jambu Bangkok, Durian Bangkok, Pepaya Thailand adalah sederet produk yang sangat familiardengan kita.
Dari sini akan muncul pertanyaan mengapa pertanian di Indonesia tidak mampu seperti itu, dari sini kita aka coba telaah dari pengembangan dan pembiayan pertanian yang merupakan siklus dari pertanian Indonesia. Namun sebelumnya kita mencoba belajar pada Thailand sebagai raja bisnis pertanian di kawasan asia. Pada Negara Thailand dalam hal pembiayaan tidak perlu menunggu skim kredit tertentu seperti Indonesia untuk modal kerja. Keadaan ini disebabkan Thailand memiliki Bank for Agriculture and Agricultur Coomperatives (BACC). yang memang khusus lembaga keuangan untuk sektor pertanian. Persyaratan untuk menjadi anggota (BAAC) juga tidak sulit apalagi petni yang menjadi anggota dari kopersi tertentu. Selain itu di Thailand bisa dikatakan tidak punya masalah dengan bibit unggul baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Deptan dan juga pengusaha selalu siap dengan penyedia bibit yang dibutuhkan oleh petani. Penelitian untuk mencari varietas unggul telah menjadi keharysan di Thailand. Pemerintah juga sangat berperan dalam mbuka pasar lokal untuk produk pertanian. Bahkan memiliki pasar induk raksasa Thaalad Thai seluas 80 acre yang di klaim sebagai pusat pasar produk pertanian terbesar di Asia. Akses ke pasar dunia bagi petani Thailand sudah menjadi sesuatu yang biasa sehingga tidak mengherankan produk-produk pertanian merambah pasar internasional seperti AS, Jepang,Taiwan,China,Singapura,termasuk Indonesia.
Dari gambaran pertanian Thailand di atas kita tentunya akan mengetahui pembiayaan dan pengembangan pertanian Indonesia sungguh mengenaskan penelitian pertanian Indonesia kebanyakan sudah puas melakukan pengembangan hanya pada sampai pembentukan jaringan dari suatu sel menjadi sebatang pohon saja. Bahkan penelitian di Indonesia tidak mengarahkan pada peningkatan kualitasnya, seperti misalnya memperbanyak jumlah buah, untuk meningkatkan kualitas agar lebih baik dari induknya. Kebijakan pemerintah yang lemah pada sektor pertanian. Disisi pembiayaan pertanian di Indonesia juga tedapat permasalahan berupa tidak tersentuhnya bisnis pertanian dengan perbankan sehingga 70% sampai dengan 90% pertanian di Indonesia di isi oleh pembiayaan rentenir.
Dari sini tidak berlebihan jika petani di Indonesia identik dengan kemiskinan dan tidak mempunyai produk-produk pertanian Indonesia menembus pasar internasional. Dari sini tentunya dapat terlihat untuk memutus siklus permasalahan pertanian diperlukan pelaanan keuangan atau kredit yang lebih berpihak pada sektor pertanian dengan bunga rendah dan syarat mudah untuk meningkatkan daya saing berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang mencakup baik aspek hulu,aspek budi daya dan aspek hilir. Aspek pembiayaan yang perlu kita dahulukan disebabkan pewacanaan kita pada Thailand, dimana untuk memajukan pertanian mereka didirikan sebuah bank yang khusus menangani sektor pertanian.
Gambaran Perkembangan Dan Pola Pembiayaan Bank Syariah Selama Ini.
Kegiatanpertanian secara islami dibagi menjadi 3(tiga) yaitu : Konsumsi, Simpanan, dan Investasi dan di dalam ekonomi Islam mengajarkan pola moderat (tengah-tengah) yang tidak berlebihan tidak juga keterlaluan., hal ini dapat terlihat pada surat Al-Isra (17) ayat 27 yang melarang adanya pemborosan, “Sesungguhya orang yang melakukan itu adalah saudara-sausdara syaitan”. Dari doktrin Al-Qur’an itu secara umum dapat diartikan secara ekonomi mendorong tertumpuknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan untuk dihimpun kemudian dipergunakan dalam membagi investasi. dari sini diperlukan sebuah intermediate antara unit supply dan unit demand yaitu bank.
Perkembangan bank yang menggunakan perinsip Islam berkembang sangat pesat di Indonesia. Bank Islam pertama di Indonesia berdiri atas kerjasama MUI dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya di tanda tangani tanggal 1 November 1991. saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar yaitu Jakarta,Surabaya,Makassar,dan kota-kota lain.Disampim BMI, saat ini juga lahir Bank syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang telah ada.
Pada ekonomi Islam diperlukan bank yang Islami atau denganmenggunakan prinsip-prinsip Islam. Prinsi-prinsip Islam tentunya melarang adanya element riba dalam hal perbankan adalah bunga. Untuk itu disini akan dibahas mekanisme pembayaran di bank syariah, dalam pembiayaan syariah tidak dikenal instrument bunga tapi bagi hasil atau Profit and loss sharing. Namun sebelumnya kita perlu mangetahui mekanisme bagi hasil baiknya kita mengenal karakteristik Bank Syariah yang sadur dari kumpulan Islamic Banking Training Goes To Campus 2004 :
1.Berdasarkan perinsip perinsip syariah
2.Impementasi prinsip ekonomi Islam dengan cirri :
a. Malarang riba dalam berbagai bentuknya
b. Tidak mengenal konsep”Tim-valueof money”
c. Uang sebagai alat tukar bukan komoniti yang di per dagangkan
3.Beroperasi atas dasar bagi hasil
4.Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5.Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
6.Azas utama => Kemitraan, keadilan, transparansi, dan Universal
7.Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil => dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil.
Sistem bagi hasil dalam bank syariah dengan cara proposional antara shohibul maal denga mudhorib. Yang dibagikan adalah keuntungan (profit) dan apabila ada kerugian maka biaya kerugian bukan akibat kelalayan mudhorib maka akan ditanggung oleh shohibul maal.dan pembagian keuntungan tidak di lakukan sebelum kerugian telah ditutup dan ekuiti shohibul maal telah terbayar berikut ini gambaran sistem pembiayaan bagi hasil di Bank Syariah.
Namun perlu diketahui bahwa prinsip bagi hasil ini kurangberjalan karena masih di dominasi oleh prinsip murobahah yang hamper 70%. Hal ini di sebabkan bank syariah sendiri saat ini masih kesulitan menyalurkan dana dengan pola bagi hasil pada usaha yang aman dan resiko rendah. Pembiayaan pertanian layak dibiayai oleh bank syariah karena karakteristiknya sesuai. Di satu sisi sector pertanian belum tersentuh sektor perbankan.
Gambaran Mekanisme Pembiayaan Syariah Yang Akan Digunakan Pengembangan Usaha pertanian.
Pada mekanisme bank syariah, biasanya prinsip bagi hasil berlaku bagi produk penyertaan seperti, Al-Musyarakah, Al-Mudharabah, Al-Muzara’ah, Al-Musaqah, sedangkan pada pertanian ini telah direncanakan sebuah skema pembiayaan usaha kecil menggunakan bank syariah. Salah satu caranya seperti yang telah dipaparkan oleh ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Mustofa Edwin Nasution yang di lansir pada tabloid Modal No. 25, Maret 2005 misalnya menerapkan dana-dana keuntungan BUMN pada bank syariah dengan skim Mudharabah muqadayah. bank kemudian kemudian menyerahkan dana tersebut pada UMKM, baik melalui chanelling koperasi syariah,atau BMT, maupun langsung kepada unit usahanya.
Dalam paparan tersebut juga di sebutkan depertemen teknis, berfungsi sebagai penjamin terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh bank tersebut. Sehingga sektor perbankan tidak merugikan dan tujuan untuk mengembankan usaha kecil tercapai. Untuk penjaminan tersebut Deptan sejak tahun 2002 telah merintis dan mengkaji pola sektor pertanian. Saat ini dana yang teredia Rp 95 Milyar dana ini akan dialokasikan untuk dijadika pilot project pembiayaan syariah di 10 propinsi, akan digunakan untuk menjamin 1.000 usaha kecil pertanian dan sekitar 500 LKM syariah yang berada di sentra produk pertanian, yang dapat membiayai 10.000 usaha pertanian. Program penjaminan pembiayaan syariah merupakan program terobosan untuk membantu petani mendapatkan pelayanan penbiayaan dari perbankan melalui penyiapan angunan (Coleteral) dari APBN. Untuk mengurang kredit petani sehingga layak di danai oleh bank. Sehingga petani selama ini tidak Bankable Dapat dilayani oleh bank dan lembaga keuangan syariah.
Relevansi Pembiayaan Syariah Terhadap Pengembangan Usaha Pertanian.
Perancangan usulan pembiayaan syariah pada usaha pertanian di Indonesia, sebenarnya sudah sejak tahun 2003 diinginkan oleh departemen pertanian, namun keinginan ini baru hanya sebatas angan-angan walaupun Deptan telah menyelenggarakan seminar pembiayaan syariah untuk sektor pertanian, namun tidak ada Follow up yang searah. Baru pada 11 November 2004, setelah adanya pergantian pemerintahan dari Megawati Soekarno Putri kepada Susilo Bambang Yudoyono yang diikuti pergantian kabinet, termasuk menteri pertanian, gagasan tersebut ditindak lanjuti.
Tindak lanjut pada bulan November 2004 bukan hanya sekedar Follow up tapi dibuat semakin mengerucut hingga dalam bentuk aksi. Pengerucutan aksi ini berupa pertemuan antara Deptan dengan instansi terkaittermasuk bank Indonesia, lembaga keuangan syariah dan lembaga penjamin. Program ini disambut antusias oleh bank syariah, lantas ditanda tangani Letter of intentdengan 3 (tiga) bank syariah yakni, bank muamalat Indonesia, bank syariah Mandiri, dan BNI Syariah.
Dari gambaran diatas yang memaparkan menenai rancangan, flow up, hingga tindak lanjut kerjasama antara bank syariah dan usaha pertanian di Indonesia, penulis mencoba menganalisis relevansi pembiayaan syariah terhadap usaha pertanian. Namun sebelum menganalisis kita perlu memahami makna dari analisis ini. Relevansi sebenarnya merupakan kata serapan asing yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Indonesia. Relevansi berasal dari kata relevan => sesuai, cocok, pantas, sedangkan relevansi menurut kamus bahasa serapan karangan JS Badudu Relevansi => kesesuaian, kecocokan, keterkaitan, hubungan. Jadi relevansi pembiayaan syariah terhadap pengembangan usaha pertanian adalah kesesuaian pembiayaan syariah dalam pengembangan usaha pertanian di Indonesia.
Selanjutnya sekarang kita akan coba analisis kesesuaian pembiayaan syariah pada pengembangan usaha pertanian di Indonesia. Penganalisisan ini akan kita kaji secara teknis karena seperti pada bab III metode penulisan karya tulis ini dengan metode kajian pustaka dimana analisis ini bertumpu pada penelaahan kritis terhadap bahan pustaka yang relevan. Secara teoritis kendala pertanian Indonesia menurut PERHEPI (1989) adalah :
Pola pengusahaan usaha pertanian di tempat-tempat tertentu sering terpencar- pencar sehingga menyulitkan pembinaan dan juga menyulitkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang di harapkan. Usaha pertanian yang terpencar-pencar juga mengundang kurang baiknya ekosistem sehingga kondisi seperti itu mendorong munculnya serangan hama dan penyakit. Apalagi kalau lokasi terpencar itu tidak diupayakan penanaman yang serempak.
Pola pengusahaan usaha-usaha pertanian kurang berhasil karena tidak di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Pola pengusahaan usaha pertanian sering high cost economy dalam artian masih tingginya biaya per unit. Polapengusahaan usaha pertanian yang masih berorientasi pada produksi dan kebutuhan pasar. Adanya pola pemusatan agroindustri yangcendrung berlokasi pada daerah perkotaan. Adanya sistem kelembagaan di pedesaan yang tidak mendukung.Dan menurut Murbayanto (1995) dalam bukunya Pengantar ekonomi Pertanian meyebutkan bahwa kendala pertanian di Indonesia berpusat pada pola pembiayaan usaha pertanian, dimana banyak petani Indonesia yang terjerat sistem Ijon.
Untuk itu diperlukan perbaikan pola pembiayaan pada usaha pertanian di Indonesia. Pembiayaan dengan pola konvensional kurang tepat mengingat tingginya resiko pada usaha pertanian di Indonesia yang banyak tergantung pada faktor alam, sedangkan pembiayaan konvensional cenderung membebankan resiko kredit dan resiko usaha pada debitor (para petani), untuk itu diperlukan pembiayaan dengan pola lebih konservatif bagi petani sangat di perlukan.
Bank syariah di sini menjadi jawaban dari permasalahan finansial, pembiayaan usaha pertanian di indonesia karena sangat sesuai dengan karakteristik bank syariah yang menggunakan prinsip Profit dan Loss Sharing. Selain itu sistem pembiayaan syariah memiliki prinsip pelayanan yang dibutuhkan oleh petani. Dalam sistem pembiayaan syariah ditetapkan sistem bagi resiko dan bagi hasil secara adil dengan memperhitungkan untung dan rugi, serta tidak ada penetapan besaran keuntungan di awal perjanjian dan penetapan bagi hasil berdasarkan besarnya keuntungan yang di peroleh dari usaha yang di lakukan.
Dari sini kita dapat pahami bahwa pembiayaan syariah sangat relevan bagi pengembangan pertanian di Indonesia mengingat berbagai permasalahan pertanian yang disebutkan diatasa dapat diatasi oleh perbankan syariah dengan pola pembiayaannya yang menerapkan bagi resiko dan bagi hasil secara adil dengan memperhitungkan adanya untung dan rugi. Dan tentunya relevansi (kesesuaiaan pembiayaan syariah untuk usaha pertaniaan Indonesia sangat kuat.