Kamis, 07 Agustus 2014

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

Pemerintah memegang peran yang sangat penting dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Robert Kay dan Jaqueline Alder, 1998 dalam bukunya Coastal Planning and Management (hal 69 – 93) menyoroti mengenai tatanan administratif pemerintah dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dikemukakan bahwa suatu sistem pengelolaan tidak mungkin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama apabila tidak ada administrasi yang bagus di dalamnya, hal ini juga berlaku untuk wilayah pesisir dimana lingkup dan kompleksitas issue melibatkan banyak pelaku. Kepentingan semua pihak yang terlibat dengan wilayah pesisir (stakeholder) perlu diatur melalui peraturan yang bertanggung jawab sehingga keberlanjutan wilayah pesisir untuk masa mendatang dapat dijaga. Sorensen dan McCreary (1990) menyebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan dengan program-program pengelolaan dan administrasi untuk wilayah pesisir yaitu :
1.      Pemerintah harus memiliki insiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan degradasi sumberdaya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.
2.      Penanganan wilayah pesisir berbeda dengan penanganan proyek (harus dilakukan terus menerus dan biasanya bertanggung jawab kepada pihak legislatif)
3.      Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan (meliputi wilayah perairan dan wilayah daratan)
4.      Menetapkan tujuan khusus atau issue permasalahan yang harus dipecahkan melaui program-program
5.      Memiliki identitas institusional (dapat diidentifikasi apakah sebagai organisasi independen atau jaringan koordinasi dari organisasi-organisasi yang memiliki kaitan dalam fungsi dan strategi pengelolaan)
6.      Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih sektor, didasarkan pada pengakuan alam dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir dan lingkungan.
Jones dan Westmacott, 1993 menyimpulkan bahwa tidak ditemukan jalan terbaik untuk mengorganisasi pemerintah sehubungan dengan pengelolaan pesisir. Hal ini disebabkan dalam kenyataan didunia terdapat keanekaragaman sosial, budaya, politik dan faktor administratif yang menyebabkan tidak ada satu-satunya jalan terbaik. Dengan demikian para perancang administrasi, untuk menata program pengelolaan pesisir yang baru, harus menyesuaikan dengan struktur administratif untuk memperoleh manfaat dari faktor-faktor budaya, sosial dan politik didalam kewenangan secara hukum dimana mereka berinteraksi sesuai issue yang akan dipecahkan. Sorensen dan McCreary (1990) menggambarkan susunan institusional untuk mengalokasi kelangkaan sumberdaya dan nilai kompetitif di wilayah pesisir adalah ; gabungan hukum/aturan, adat/kebiasaan, organisasi dan strategi pengelolaan.
Kay dan Alder, 1999 mengemukakan jalan terbaik untuk menggambarkan susunan institusional untuk pengelolaan pesisir adalah membagi sistem pemerintah dalam komponen vertikal dan komponen horizontal. Tingkatan pemerintahan, yaitu tingkat pusat, propinsi dan kabupaten merupakan komponen vertikal. Instansi sektoral dengan tugas/fungsi tertentu merupakan komponen horisontal yang ada di tiap-tiap komponen vertikal. Alternatif lain untuk menggambarkan penataan pemerintah dalam pengelolaan pesisir adalah fokus pada bagaimana berbagai aktivitas pengelolaan pesisir dikontrol (Born dan Miller, 1998). Model ini banyak dipakai di negara USA, dan dihasilkan dua tipe pemerintahan yaitu :
1.      Jaringan kerja (networked), dimana pemerintahan sektoral yang ada dan institusi tetap. Tidak ada instansi yang secara sah memerankan sebagai pengelola kawasan pesisir. Koordinasi antar sektor dibangun melalui jaringan dari perundang-undangan dan kebijakan yang ada.
2.      Legislatif, ditetapkan melaui undang-undang instansi yang berwenang mengelola kawasan pesisir. Dapat ditunjuk dari instansi yang sudah ada atau membentuk instansi baru.

Menyinggung kembali tingkatan pemerintahan sebagai komponen vertikal, Kay dan Alder, 1999 melihat bahwa aktifitas dan tanggungjawab secara vertikal seringkali lebih sulit dirumuskan dibandingkan dengan komponen horisontal. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, administrasi, dan keuangan dalam tingkatan pemerintahan berbeda. Adanya ketidakseimbangan kekuatan dana dan perbedaan afiliasi politik seringkali mendikte secara keseluruhan bentuk pengelolaan pesisir dalam suatu pemerintahan, baik secara horisontal maupun vertikal. Hal ini karena perbedaan secara horisontal akan melebar, dikontrol secara relatif oleh kekuatan vertikal dari tingkatan pemerintahan tertentu. Dengan demikian pemerintahan pada tingkatan yang lebih rendah dan lebih miskin tidak akan mampu menyusun sektor-sektor secara horisontal yang komplek. Issue utama terhadap distribusi secara vertikal dari suatu kekuasaan pengelolaan adalah tingkat pemusatan dalam pengambilan keputusan, dimana secara fundamental pengelolaan tidak terbatas hanya pada wilayah pesisir. 


Top