Senin, 30 Juni 2014

Analisis kelembagaan Aliran dana kampanye

Dalam ekonomi kelembagaan ada 3 komponen yaitu aturan formal, aturan informal dan mekanisme penegakan. Aturan formal dalam hal ini adalah UU Pemilu No. 23 tahun 2003 yang menyebutkan batas maksimal sumbangan yang boleh diterima dari perorangan maupun perusahaan. Dari perorangan sumbangan meksimal Rp 100 juta, sedangkan dari perusahaan maksimal Rp 750 juta, bila ada yang menerima lebih dari itu yang bersangkutan dapat dikenakan pidana. Hal ini juga termuat dalam Aturan KPU  No. 19 tahun 2008 yang menerangkan bahwa dana kampanye tidak dibenarkan berasal dari pihak asing, BUMN/BUMD dan pemerintah. Sedangkan aturan informal adalah nilai-nilai, norma pada masyarakat. Jika ketahuan oleh public menerima dana asing, capres terpilih dapat menggangu eksistesinya. Pada mekanisme penegakan yaitu dengan adanya PPATK  yang bertugas mengaudit aliran dana kampanye, serta di beberapa fraksi DPR juga adanya sanksi pembatalan kemenangan bagi pasangan calon yang menerima dana asing dan tindakan pidana pada yang bersangkutan.

Dana asing yang digunakan dalam dalam kampanye pemilu 2009 secara tidak langsung akan dapat mendikte kepentingan, baik parpol maupun peserta pilpres. Bantuan asing berpotensi terjadinya intervensi terhadap politik dan system ekonomi di dalam negeri. Dalam konteks teori ekonomi politik pada pendekatan teori rent-seeking, aliran dana asing ini dapat mengakibatkan kepentingan-kepentingan kelompok sehingga muncul lobi=lobi. Pada system lobi ini kelompok kepentingan yang mengalirkan dananya demi kesuksesan capres dapat berupaya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya. Semakin besar perluasan pemerintahan terpilih dalam mengalokasika kesejahteraan maka semakin besar muculnya pencari rente.

            Dalam menghubungakan teori redistributive combines dengan teori keadilan, ada relasi yang bisa ditarik pada konteks aliran dana asing ini. Pertama, adalah teori redistributive combines mengandalkan adanya otoritas penuh dari pemerintah terpilih (calon yang menang dan didanai oleh pihak asing) untuk mengalokasikan kebijakan kepada kelompok-kelompok (yang mendanai) terhadap kebijakan tersebut. Akibatnya kebijakan yang muncul adlah hasil dari interaksi antara kelompok kepentingan dan pemerintah yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Kedua, adalah kelompok kepentingan yang mendanai tadi lebih mampu membeli kebijakan pemerintah tersebut.

            Dengan melihat kondisi seperti ini jadi tidak dibenarkan masuknya dana asing dalam kampanye sangat riskan dan berpotensi bermasalah sehingga dapat mengganggu eksistensi proses pemilu dan KPU sebagi lembaga yang berwenang dalam menjalankan pemilu. Oleh karena itu, kita harus bertindak tegas dalam menghadai intervensi Negara asing.


Top