Sabtu, 12 Juni 2010

Urgensi Pengelolaan Intensif Wakaf Tunai (CashWakaf/Wakaf al-Nuqud) dan Serangan Massive terhadap Kemiskinan

Kemiskinan, hingga hari ini, tetap menjadi problematika mendasar yang harus dihadapi bangsa ‎Indonesia. Berdasarkan data Tim Indonesia Bangkit, angka kemiskinan mengalami peningkatan ‎dari 16 persen pada Februari 2005 menjadi 18,7 persen per Juli 2005 hingga 22 persen per ‎Maret 2006. Fakta ini menunjukkan bahwa tampaknya bangsa belum sepenuhnya 'merdeka' dari ‎kemiskinan. Pemerintah sendiri, sebagaimana diungkap Boediono, menganggarkan Rp 46 triliun ‎pada 2007 untuk menciptakan lapangan kerja.

Pemerintah saat ini masih terlihat gamang dengan upaya mengentaskan kemiskinan. Berbagai ‎langkah yang ditempuh bersifat tambal sulam. Di satu sisi, pemerintah belum bisa melepaskan ‎diri dari utang luar negeri berbasis bunga, sehingga utang menjadi salah satu sumber utama ‎pembiayaan APBN. Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain melalui JPS (Jaringan Pengaman Sosial) serta berbagai sumbangan dari dalam dan luar negeri. Pemerintah sendiri tampaknya cukup kesulitan untuk mengatasi masalah ini mengingat terbatasnya dana yang tersedia dalam APBN. Selain itu mengingat Pinjaman Luar Negeri (PLN) Indonesia yang sangat besar, maka alternatif PLN untuk mengatasi masalah menjadi kurang dipertimbangkan.

Telah banyak solusi yang ditawarkan para praktisi dan akademisi ekonomi ‎syariah. Solusi tersebut antara lain melalui penerbitan sukuk. Meskipun sukuk sendiri pada ‎hakikatnya mirip dengan utang, namun ia memiliki bentuk yang berbeda dengan utang ‎konvensional. Sukuk haruslah berbasis aset dan proyek di sektor riil, sedangkan utang ‎konvensional tidak mewajibkannya. Bahkan sebaliknya, undang-undang melarang pemerintah ‎menerbitkan SUN yang berbasis aset. Sehingga, sukuk dapat memberikan lebih banyak manfaat ‎dalam menciptakan lapangan kerja karena dana yang terserap akan benar-benar digunakan ‎pada sektor riil dan tidak bisa digunakan untuk spekulasi di pasar uang.‎ Solusi lain harus mulai kita kampanyekan secara lebih intensif adalah menggali sumber dana ‎pembangunan melalui wakaf tunai. Inilah sebenarnya 'raksasa' yang jika bangkit, perekonomian ‎nasional akan segera menggeliat dan memerdekakan dirinya dari belenggu kapitalisme global.

Wakaf tunai merupakan pemberian dalam bentuk sesuatu yang bisa diusahakan atau digulirkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Bentuknya bisa berupa uang, giro, saham atau surat-surat berharga. Sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 26 April 2002 bahwa wakaf tunai adalah Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wakaf al-Nuqud) yaitu wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Contoh-contoh aplikasi wakaf tunai di atas hanyalah segelintir manfaat yang bisa ditarik dari wakaf. Wakaf tunai sendiri memiliki peran besar dalam perekonomian negara. Sebagai instrumen yang masih dianggap cukup baru dalam konstelasi ekonomi Indonesia, wakaf tunai telah mengundang tanggapan positif yang cukup besar dari beberapa pengamat ekonomi. Wakaf tunai dapat menjadi jalan alternatif untuk melepas ketergantungan bangsa ini dari lembaga-lembaga kreditor multilateral sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Optimalisasi wakaf bisa lebih luas dibanding zakat karena tak ada kualifikasi mustahiq (8 ashnaf penerima zakat). Dana wakaf bisa digunakan untuk segala kegiatan yang baik termasuk menunjang sektor usaha bagi orang miskin. Perwakafan memang sudah seharusnya dicantumkan dalam hukum positif di Indonesia. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, wakaf tunai merupakan salah satu alternatif yang sangat baik disamping zakat.

Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat sudah lama melembaga di Indonesia. Indonesia memiliki tanah wakaf yang luas, namun karena sejak semula tidak diiringi dengan peraturan perundang-undangan yang memadai, tanah wakaf itu tidak berkembang dengan baik, bahkan sering menimbulkan masalah. Pada waktu Priesterrad (Pengadilan Agama) didirikan, salah satu yang menjadiwewenangnya adalah menyelesaikan masalah wakaf. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Perhatian pemerintah terhadap perwakafan di Indonesia lebih jelas lagi dengan ditetapkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. UU itu, dalam Bab III tentang Kekuasaan Peradilan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam yang salah satunya mengenai perwakafan.

Umat Islam di Indonesia telah akrab dengan kata wakaf. Akan tetapi, keakraban tersebut tidak membuat mereka mengerti benar tentang wakaf. Pada saat ini paradigma masyarakat Indonesia tentang arti wakaf masih berkutat pada masalah benda bergerak (Fix Asset) seperti tanah, bangunan-bangunan ibadah (masjid dan mushollah), madrasah dan pekuburan. Ini merupakan realita yang terjadi di Indonesia, terutama di daerah-daerah pelosok dan pedesaan yang pandangannya masih terpaku pada paradigma kolot dan itu harus diubah mulai sekarang demi kesejahteraan bersama. Wakaf hanya menyisakan kesan sebagai sebuah model bagi penyangga keimanan dan pemelihara tradisi dan budaya keagamaan kaum Muslim. Kita tidak biasa mendengar wakaf untuk perbaikan jalan, wakaf untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin sekaligus mengentaskannya dari jurang kemiskinan, wakaf untuk sarana seni, budaya dan olahraga, atau masalah yang sangat mendesak seperti wakaf untuk riset dan pengembangan sains dan teknologi.

Urgensi pelaksanaan wakaf tunai yang produktif perlu segera dilaksanakan. Wakaf sebagai dana abadi mempunyai potensi yang sangat besar bagi pemberdayaan umat dibandingkan instrumen pemberdayaan lain. Bila dibandingkan dengan zakat yang sifatnya wajib dan mempunyai ketentuan nisab tertentu, menurut MUI hukum wakaf tunai adalah jawaz (boleh). Kalau zakat hanya diperuntuhkan untuk golongan “mampu”, wakaf bisa menjangkau semua golongan, sehingga tidak ada alasan untuk mendegradasi kesempatan untuk berwakaf.

Agar manfaat dana wakaf betul-betul dirasakan masyarakat, penyalurannya harus memenuhi standar-standar operasional yang mampu menciptakan proses tepat, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Banyak harapan yang digantungkan dari implementasi wakaf tunai ini. Ibarat suatu bangunan yang kokoh, perlu partisipasi dari semua elemen dan unsur baik masyarakat maupun pemerintah untuk mensosialisasikan wakaf tunai. Pemerintah sebagai otoritas pembuat kebijakan harus mampu untuk membuat regulasi yang mempunyai manfaat luas, mengigat belum adanya UU yang mengatur wakaf tunai. Begitu juga partisipasi dari semua elemen masyarakat, terutama para kyai dan ustad untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai wakaf yang masih terkungkung pada hal-hal seperti tanah, mushola, madrasah ataupun pekuburan. Dorongan dari bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya untuk mengintensifkan gerakan wakaf tunai sebagai gerakan pengentasan kemiskinan nasional merupakan langkah mendesak untuk dilakukan.
Kesemuanya itu penting untuk segera diaplikasikan dan ditindaklanjuti mengingat kurang terdistribusikannya kekayaan dan pendapatan yang berkeadilan. Sehingga konsentrasi kekayaan di golongan tertentu tidak terjadi. Dan pada akhirnya akan menimbulkan kesejahteraan bersama bagi seluruh umat karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sempurna dan merupakan rahmat bagi seluruh alam.





Top