Minggu, 13 Juni 2010

Sinergi Antara Lembaga Keuangan Syariah dalam Memajukan Usaha Kecil

Lembaga keuangan syariah yang ada saat ini adalah bank syariah, Asuransi syariah, pegadaian syariah, BPRS, dan BMT, namun, dalam pembahasan kali ini kita hanya akan vokus pada tiga lembaga yaitu bank syariah, BPRS, dan BMT. Dalam pembahasan di atas telah kita ketahui bahwa masing-masing lembaga itu memiliki peran strategis yang berbeda. Di antara fungsi yang berbeda tersebut, namun ada satu hal mendasar yang seharusnya menjadi patokan para pengelolanya, yaitu berangkat dari visi yang sama yaitu penerapan prinsip-prinsip Islam dalam masyarakat. Apalagi kita ketahui bahwa dari masing-masing lembaga tersebut memliki keterbatasan dan kendala tersendiri, sehingga kalau kendala tersebut tidak segera diatasi akan menghambat pertumbuhan dan fungsi LKMS.

Berdasarkan telaah dan studi dari para praktisi dan akademisi, sesungguhnya didapati bahwa kendala yang ada sesungguhnya bisa segera diatasi. Salah cara mengatasi kendala yang ada adalah dengan mempererat kerjasama antara lembaga sejenis maupun lembaga yang berbeda, karena sesungguhnya kelebihan yang ada pada lembaga yang satu bisa simanfaatkan oleh lembaga yang lain dalam meneutupi kekurangan, sehingga tercipta kerjasama yang sinergis dan saling menguntungkan.

Linkage program antara bank syariah, BPRS dan BMT mempunyai beberapa landasan strategis. Pertama, dilakukan dengan mekanisme bagi hasil dan mengharamkan riba sehingga terwujud pola kemitraan yang lebih adil dan menguntungkan semua pihak. Kedua, jaringan BPRS dan BMT yang luas. BPRS 84 unit usaha dan BMT 3038 unit usaha (Abdul Salam, 2002). Ketiga, BPRS adalah lembaga keuangan mikro syariah formal dan BMT adalah lembaga keuangan mikro syariah informal yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat berpendapatan rendah. Keempat, pengalaman BPRS dan BMT melayani nasabah kecil membuat keduanya mempunyai keunggulan spesialisasi dibandingkan bank syariah dalam menggarap sektor UMKM.

Pemanfaatan BPRS dan BMT untuk menyalurkan sebagian dana dari bank-bank syariah ke masyarakat sebenarnya tidak jauh beda dengan pola distribusi yang terjadi pada sektor riil. Penyaluran dari bank syariah sebagai produsen kepada masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah sebagai konsumen menggunakan BPRS dan BMT sebagai distributor, karenanya dalam tiap tahapan distribusi tersebut terdapat marjin keuntungannya masing-masing.

Linkage program dengan prinsip bagi hasil mempunyai beberapa keunggulan. Pertama, penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi sehingga lebih adil bagi para pihak. Kedua, besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Ketiga, bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh para pihak. Keempat, jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Adapun manfaat dari program tersebut dapat dirasakan oleh kedua belah pihak (Bank Syariah dan BPRS/BMT) secara khusus, namun sesungguhnya manfaat lebih besar telah dirasakan oleh masyarakat, khsusunya pengusaha mikro dan kecil, sehingga dapat memperoleh modal bagi pengembangan usahanya. Menurut Susanto (2004), manfaat yang dapat dirasakan oleh bank syariah, BPRS, dan BMT adalah:

Bagi bank syariah : yakni akan lebih memperbesar akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan pembiayaan dari bank syariah; biaya transaksinya akan lebih kecil jika dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan secara langsung kepada tiap unit UMKM yang nilainya kecil; biaya operasional perbankan akan lebih efisien karena bank-bank syariah tidak perlu membuat kantor cabang atau kantor pelayanan sampai ke pelosok-pelosok daerah.

Bagi BPRS dan BMT : keberadaan linkage program sudah barang tentu akan meningkatkan ketersediaan dana yang akan disalurkan kepada masyarakat khususnya UMKM. Linkage program akan menjadi solusi bagi masalah struktural BPRS dan BMT sebagai lembaga keuangan mikro. Ini terjadi karena masyarakat menganggap bahwa simpanan di bank syariah lebih aman daripada di BPRS dan BMT. Namun sebaliknya, prosedur pembiayaan di BPRS dan BMT lebih sederhana dan mudah dibandingkan dengan di bank syariah, sehingga masyarakat kecil lebih tertarik meminjam di BPRS dan BMT namun kurang tertarik menabung di BPRS dan BMT.

Dengan pola seperti di atas semoga bank syariah mampu mengatasi kelebihan likuiditasnya, BPRS dan BMT tumbuh menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang makin dikenal dan dipercaya masyarakat serta UMKM dapat mengatasi permasalahan permodalannya.
Manfaat yang lebih besar sesungguhnya dapat diperoleh dengan memperluas bidang kerja sama antara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ada. Kerja sama yang dapat dilakukan, sebenarnya tidak terbatas pada kerja sama penyaluran dana saja. Kerja sama dapat juga dilakukan dalam hal pemanfaatan fasilitas dan jaringan yang telah dimiliki oleh bank syariah. Seperti yang telah dilakukan oleh beberapa BPRS, yaitu dengan kerja sama pemnfaatan fasilitas ATM. Dengan kerja sama tersebut nasabah BPR/BPRS dapat juga menikmati fasilitas ATM. Hal ini tentunya akan meningkatkan kepuasan para nasabah, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan keuntungan bank maupun BPRS.

Jaringan kerja sama antara lembaga setingkat/sejenis juga perlu dilakukan, demi meningkatkan kinerja lembaga, dan memperkuat peran dan posisinya sebagai penggiat penerapan ekonomi syariah di masyarakat. Bentuk kerja sama dapat berupa asosiasi, forum silaturahmi, persatuan, dan lain-lain dalam skala nasional maupun regional.



Top