Sabtu, 12 Juni 2010

Pendekatan Islamic Risk Management dalam Operasional Koperasi Syari’ah

Penerapan prinsip-prinsip syari’ah dalam sistem operasional lembaga keuangan mikro mau tidak mau terpengaruh dampak psikologis terhadap sifat komprehensif syari’ah Islam dalam implementasinya. Koperasi konvensional yang notabene dicetuskan oleh Robert Owen, dalam pencetusanya di indonesia mencoba di selaraskan dengan koridor-koridor syar’i oleh Mohammad Hatta. Akan tetapi dalam perkembanganya mengalami banyak pereduksian nilai akibat perkembangan mainstream ekonomi kapitalis.

Berkembangnya sistem ekonomi islami diharapkan mampu membawa paradigma baru dalam dunia perkoperasian. Pembahasan tentang koperasi (sirkah ta'awuniyah), atau sirkah secara umum disyariatkan dengan Kitabullah, Sunnah dan Ijma'.
Di dalam Kitabullah, Allah berfirman yang artinya:
"Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga."
(Q. S. 4: 12)
"Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; dan amat sedikitlah mereka itu."
(Q. S. 38: 24)

Di dalam As-Sunnah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Allah SWT berfirman: "Aku ini Ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak mengkhianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya Aku keluar dari antara mereka."
(HR. Abu Daud dari Abu Hurairah),
Studi Komparatif sistem koperasi syari’ah dan konvensional memang menunjukkan perbedaan yang cukup siginifikan. Dalam perspektif ekonomi islam, pembagian laba usaha (profit sharing) didasarkan atas penyertaan modal dengan berbagai macam regulasi akad yang digunakan (Mudharabah, Musyaro’ah Musaqoh dll). Sedangkan dalam sistem perkoperasian konvensional detentuan oleh tingkat partisipasi para nasabahnya.
Penggunaan akad-akad ini tentu memiliki potensi resiko yang disumsikan dapat diperhitungkan hingga tingkat rigid. Sebagai contoh resiko yang terdapat dalam Mudharabah terutama pada penerapanya dalam pembiayaan, relatif tinggi, yaitu sebagai berikut :
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti disebut dalam kontrak.
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah , bila nasabahnya tidak jujur.
(Antonio,2000)

Instrumen keuangan pada lembaga keuangan syari’ah
Secara umum, instrumen keuangan dalam lembaga keuangan syari’ah dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
Instrumen keuangan yang ditujukan untuk tidak memperoleh keuntungan( non bisnis)
Instrumen keuangan yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan ( bisnis)
(Muhammad,2003)
Instrumen keuangan yang ditujukan untuk tidak memperoleh keuntungan
dilakukan dengan dasar akad kebaikan, seperti : wadi’ah,wakalah,kafalah,qardh,hibah.
Sementara instrumen keuangan yang ditujukan untuk memperoleh keuangan( bisnis) dilakukan dengan dasar akad : (a) Berdasarkan tingkat kepastin hasil yng diperoleh,(natural certainty contracts) dan (b) berdasrakan tingkat kepastian hasil yang diperoleh(natural uncertainty contracts).

Natural certainty contracts/teori pertukaran, adalah kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam bentuk ini : (a) Cash flow-nya pasti atau sudah disepakati di awal kontrak. (b) Obyek pertukaranya juga pasti secara jumlah, mutu, waktu maupun harganya. Kontrak ini dilakukan dalam bentuk akad jual beli.

Natural uncertainty contracts/teori percampuran adalah kontrak bisnis yng tidak memberikan kepastian pendapatan,baik dari segi jumlah maupun waktunya.Tingkat returnnya bisa positif, negatif maupun nol. Kontrak-kontrak investasi ini secara investasi ini secara sunatullah tidak menawarkan : (a) Return yang tetap dan pasti;(b) Sifatnya tidak fixed dan predetermined. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak ini yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya ( baik real asset maupun financial aset) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan . Dalam kontrak demikian ini, keuntungan dan kerugin ditanggung bersama. Akad yang dikembangkan adalah kontrak syirkah ( Musyarakahdan mudharabah ).

Jenis-jenis resiko bisnis /keuangan syari’ah :
1. Risiko modal ( capital risk )
Unsur lain dari resiko yang berhubungn dengan perbankan adalah resiko modal (capital risk), yang merefleksikan tingkat leverage, yang dipakai oleh lembaga keuangan mikro islami.
2. Risiko kredit
Resiko kredit muncul jika LKMI tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang dilakukan

Risiko likuiditas
a. Risiko likuiditas
Resiko likuiditas muncul manakala LKMI mengalami ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera, dan dengan biaya yang sesuai, baik untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun untuk memenuhi kebutuhan dana yang mendesak. Besar kecilnya resiko ini banyak ditentukan oleh:
Kecermatan perencanaan arus kas
Ketepatan dalam mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non bagi hasil.
Ketersediaan asset yang dapat dikonversikan menjadi kas.
Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank (lembaga keungan syari’ah) atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.

b. Risiko operasional
Basle Commitee mendefinisikan risiko operasional sebagai akibat dari kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengwasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan ( Muhammad,2003). Risiko ini berkaitan erat dengan adanya kesalahan pada manusia (human error), kegagalan sistem dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol. Komponen yang berkaitan erat dengan risiko operional yaitu:
Sistem informasi,
Pengawasan internal,
Kesalahan manusiawi (human error),
Kegagalan sistem, dan
Ketidakcukupan prosedur dan kontrol

Dalam suatu lembaga keuangan islami seperti Bank Islam yang diperlukan adalah: good governance, transparancy, and accounting. British Banker Association dalam tahun 1997 melaporkan bahwa 69%, responden menyatakan bahwa risiko opersional lebih penting daripada risiko pasar dan risiko kredit.

Contoh kelompok industri yang menerapkan manajemen risiko adalah industri penerbangan, industri petrokimia, dan uindustri militer yang mempunyai metode pengelolaan risiko operasional yang mapan, layak dan teruji.
Berikut adalah daftar istilah yang digunakan dalam manajemen risiko operasional adalah sebagai berikut:
Hazard: kondisi yang potensial menyebabkan terjadinya kerugian dan kerusakan
Exposure: sumber-sumber yang besar kemungkinannya diakibatkan oleh kejadian yang sudah terjadi, lembur atau pengulangan kejadian yang sama
Probability: kemungkinan bahwa suatu even akan terjadi
Risk: kemungkinan kerugian dari hazard, diperhitungkan dari kmungkinan dan kehebatan kerugian selama periode tertentu
Risk control: tindakan yang dirancang untuk mengurangi risiko, seperti perubahan prosedur, perbaikan fasilitas, supervisi ekstr dan sebagainya.
Risk management: pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan proses penangan risiko, termasuk risk assessment sebagaimana tindakan untuk membun dan menerapkan pilihan-pilihan kontrol risiko.
Gambling: pengambilan keputusan risiko tanpa assesment yang rasion atau prudent at keterlibat manajemen risiko.
Sebagai perbandingan, Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force) menggunakan enam tahap proses yang jelas dan sederhana, yaitu:

Mengidentifiksi Moral Hazard
Pengidentifikasian hazard harus didekati secara bersama karena pengalaman pribadi tidak dapat terlalu diandalkan dan tidak seorangpun yang dapat melakukannya sendiri dengan sukses. ”Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apapun kemungkinannya.”


2. Menaksir risiko
Selanjutnya adalah menganalis risiko, risiko apa yang akan dihadapi, bagaimana dan seberapa besar kemungkinannya( menaksir ). Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas analisis risiko dan biaya. Analisi dapat dilakukan bik secara kualitatif maupun kuantitatif, tergantung pada situasi (waktu, biaya dan kapabilitas) dan interaksi yang terjadi bila dua buah hazard atau lebih terjadi bersama-sama sekaligus.

3. Menganalisis kadar pengawasan risiko
Menganalisis kadar pengawasan risiko dengan menggunakan risk assesment matrix untuk membangun kadar pengawasan yang diperlukan. Matrix tersebut mengkombinasikan berat-ringannya beban risiko dan kemungkin hazard sampai tingkat lima. Tingkat risiko tersebut menjelaskan semua dampak hazard yang terkait dengan operasi:
Sangat tinggi (extremly high): kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan operasi.
Tinggi (high): kehilangan kemampuan untuk memenuhi persyaratan standar operasi.
Sedang (medium):turunnya kemampuan dalam pemenuhan persyaratan standar operasi.
Rendah (low): tidak (sedikit) berdampak pada penyelesaian operasi
Sangat rendah (residual risk): risiko tersisa setelah dilakukan usaha pengurangan risiko.

Tingkat-tingkat risiko yang diperoleh dari matriks yang digunakan itu adalah fleksibel dan bervariaasi antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, tergantung pada sifat dasar dari operasi dan kemauan perusahaan untuk menerima risiko. Hal ini harus diformulasikan dalam bentuk kebijakan tertulis oleh setiap bank ( lembaga keuangan). Walaupun demikian ada aturan yang keras dan cepat , yang harus diterapkan yaitu :
Bila tidak dapat mengontrol resiko –hindarkanlah!
(Muhammad,2000)

Ada empat dalam menganalisis kadar pengawasan risiko, yaitu:
Membangun pengawasan risiko
Yaitu kadar pengawasan yharus dibangun untuk menganalisis hazard dan mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko dibn, maka risiko dievaluasi sampai risiko dapat dikurangi, sampai pda level yang manfaatnya lebih bak daripadan biaya potensial.
Mengidentifikasi pengawasan risiko

Pembangunan pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya dan mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang mungkin diambil bagi semua hazard yang melamp tingkat risiko yang bisa diterima.
Menentukan efektifitas risiko
Proses berikutnya adalah menentukan efek dari setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.
Memilih pengawasan risiko
Pengawasan yang terbaik dijalankan dengan konsisten dengan tujuan operasional adn penggunaan sumber daya yang optimal.

4.Membuat Keputusan Pengawasan Risiko
keputusan pengelolaan risiko hrus dibuat secara dini dalam tahap penyusunan perencanaan, karen lebih mudah mengintegrasikannya pada saat penyusunan rencana daripada menyelipkannya di tahap akhir. Keputusan tersebut dibuat setelah menganalisis secara hati-hati semua aspek operasi dan seharusnya dilakukan oleh pihak menajemen senior yang bertanggung jawab atas strategi pengelolaan risiko karena analisis tersebut harus logis melalui konsultasi dengan semua unsur atau pihak yang relevan

5. Menerapkan Pengawasan
Tahap berikutnya adalah pengawasan. Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam penerapan pengawasan, haruslah ditemukan kebutuhan mutlak untuk mendapatkan satu pendekatan menyeluruh terhadap sisiko operasional dan kebijakan umum harus dipertahankan dengan ketat untuk memastikan integritas.
Manajemen pada semua tingkat harus diberikan wewenang untuk mengkomunikasikan semua standar yang diperlukan kepada staf mereka dan kemudian menerapkannya dalam wilayah tanggung jawab mereka. Konsekuensinya, setiappernyataan yang berhubungan dengan manajemen risiko harus jelas, praktis dan disosialisasikan.

6. Supervisi dan Evaluasi
Setiap program manajemen risiko, baik risiko pasar atau risiko kredit, harus secara berkesinambungan (continue) dikaji dan diperbarrui. Sebab risiko operasional bersifat dinamis dan terus-menerus berubah, lebih dari risiko pasar dan risiko kredit. Tanggung jawab manajemen untuk memastikan bahwa standar minimum telah diikuti dan standar maksimum dicapai semaksimal mungkin. Bila menemukan sesuatu yang tidak direncanakan, maka program tersebut harus diberhentikan dan dievaluasi. Sementara itu, Paul Dorey dari Barclays Bank menyatakan bahwa manajemen risiko bukan hanya sekedar kemungkinan (probability), tetapi juga masalah informasi atau kekurangan informasi.
Asymetric Information

Setiap kegiatan investasi dalam ekonomi mengandung risiko adanya assymetric informatian baik dalam bentuk moral hazard (effort is unobservable) dan adverse selection (the enterpreneur’s ethics are inherently unknown by he investor). Untuk itu manajemen risiko diperlukan untuk meng-counter terjadinya assymetric information. Untuk mengurangi terjadinya assymetric information, maka koperasi syariah menerapkan sejumlah batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan pada UMKM, yaitu:
menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak peminjam (mudharib) lebih besar dan atau mengenakan jaminan. Syarat yang diperlukan untuk batasan ini meliputi:
  1. penetapan nilai maksimal rasio utang terhadap modal
  2. penetapan agunan berupa fixed assets
  3. penggunaan pihak penjamin
  4. penggunaan pihak pengambil alih utang

menerapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasinya lebih rendah. Kim dan Sorensen (1986: 131-144) mengembangkan model pengujian empirik mengenai keberadaan agency cos danhubungannya dengan kebijakan perusahaaan untuk melakukan utang. Kim dan Sorensen menegaskan, ”Assuming that each firm makes effort to resolve the agency cost of debt by adding some kinds of bind covenant, the efectiveness of agency cost resolving covenants may be function of ownership structure.” Syarat ini diterapkan untuk batasan berbentuk:
penetapan rasio maksimal fixed asset terhadap total assets
penetapan rasio maksimal biaya operasi terhadap pendapatan operasi

Pengurangan Resiko kegagalan dalam microfinacing yang dilakukan oleh Koperasi Syari’ah
upaya mengurangi resiko kegagalan pada koperasi syariah dapat dilakukan dengan menerapkan sitem yang telah diuraikan diatas. Dengan Mengidentifiksi Moral Hazard, Menaksir risik, Menganalisis kadar pengawasan risik, Membuat Keputusan Pengawasan Risiko, Menerapkan Pengawasan, Supervisi dan Evaluasi
pengurangan resiko kegagalan pada koperasi syariah dapat dilakukan.




Top