Selasa, 23 Agustus 2016

Agenda Tersembunyi di Balik Usul Harga Rokok Rp 50 Ribu

JAKARTA - Wacana tentang perlunya harga rokok dinaikkan hingga di atas Rp 50 ribu per bungkus terus menggulirkan polemik. Tapi bagi anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, pemerintah justru harus waspada terhadap agenda di balik wacana itu.

Misbakhun mengatakan, pemerintah harus diingatkan agar tidak terjebak pada kampanye anti-rokok yang ditunggangi kepentingan asing. “Saya bukan perokok. Tapi saya harus ingatkan agenda asing yang hendak menghabisi industri rokok kita,” ujarnya, Sabtu (20/8).

Politikus Golkar itu mengatakan, jika pemerintah sampai menuruti ide tersebut maka industri rokok di dalam negeri akan gulung tikar. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menegaskan, saat ini saja industri rokok baik golongan industri kecil dan menengah sudah terpukul oleh kebijakan pemerintah tentang penerapan cukai rokok.
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun. Foto: dokumen JPNN.Com
Namun, kata Misbakhun, jika harga setiap bungkus rokok rokok sampai di atas Rp 50 ribu maka industri rokok dalam negeri yang berskala besar pun akan rontok. Dan jika industri rokok dalam negeri gulung tikar, sambung Misbakhun, maka efek turunannya akan sangat serius.

“Jika pabrikan rokok gulung tikar, maka jutaan pekerja di sektor tembakau akan menganggur, dan catatan kemiskinan Indonesia akan semakin besar. Para petani tembakau jelas kena imbasnya dan berdampak pada perekonomian nasional,” ulasnya.

Misbakhun menegaskan, selama ini sektor pertembakauan mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional. Bahkan memiliki multiplier effect yang sangat luas dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Ia lantas memerinci kontribusi perpajakan dari sektor pertembakauan dibandingkan lainnya. Kontribusi sektor pertembakauan mencapai 52,7 persen.

Sedangkan kontribusi perpajakan dari BUMN adalah 8,5 persen, real estate dan konstruksi (15,7 persen), sementara kesehatan dan farmasi (0,9 persen).

Misbakhun memnyebutkan, penerimaan negara dari cukai rokok dalam APBN saja mencapai Rp 141,7 triliun. “Industri tembakau-rokok berkontribusi dalam output nasional 1,37 persen atau setara USD 12,18 miliar,” tuturnya.

Fakta lainnya adalah industri rokok-tembakau yang mampu menyerap 6,1 juta orang dan menciptakan mata rantai industri yang dikelola langsung oleh rakyat.  “Ada pembibitan, pertanian, hingga perajangan. Inilah fakta bahwa industri tembakau industri padat karya,” katanya.

Selain itu Misbakhun juga merasa perlu menyuarakan kepentingan konstituennya di daerah pemilihan Jawa Timur II di Pasuruan dan Probolinggo. Ia mengaku tak mau petani tembakau di Pasuruan dan Probolinggo sebagai basis industri rokok justru tergilas oleh agenda asing.


“Sebagai anak bangsa mereka punya hak hidup dan harus dilindungi kepentingan mereka oleh negara secara adil. Tugas saya adalah menyuarakan kepentingan masyarakat di daerah pemilihan saya. Mereka adalah para pemilih saya saat pemilu legislatif,” tegasnya.(jpg/ara/jpnn)




Top