Minggu, 13 Juni 2010

Syariat dalam Bertransaksi

Konsep Muamalah dan Akad fikih Muamalah

Muamalah merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam membangun ekonomi umat islam. Sementara itu, tujuan yang diharapkan dari pembangunan ekonomi islam sebagaimana yang dikemukakan oleh pakar ekonomi Pakistan Dr.M.Umer Chapra Yaitu: pertama Memberantas kemiskinan dan mencipkatan lapangan kerja dan tingkat pertumbuhan yang tinggi, kedua Meningkatkan stabilitas nilai riil uang, ketiga Menjaga hukum dan ketertiban, keempat Menegakkan keadilan social dan ekonomi, kelima Mengatur keamanan masyarakat serta membagi pemerataan pendapat dan kekayaan, keenam Menyelaraskan hubungan internasional dan pertahanan nasional. Bermuamalah merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini.

Muamalah di bidang ekonomi contohnya adalah berniaga atau berjual-beli yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Dalam syariat islam, perniagaan dan jual-beli dikenal dengan istilah tijarah dan buyu’. Perniagaan merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam sebuah perniagaan/transaksi syariat islam diwajibkan adanya akad. Di dalam fikih muamalah akad dibagi menjadi dua bagian yaitu akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah. Akad tabaru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Pada hakekatnya akad tabaru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabaru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab yang artinya kebaikan).Contoh akad tabaru’ adalah akad untuk meminjam uang(qard),bentuk pemberian pinjaman(jika dalam meminjam uang si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu)disebut rahn, pemberian pinjaman untuk mengambil alih piutang dari piutang lain (hiwalah),meminjamkan jasa(keahlian)untuk melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu,jasa penitipan/pemeliharaan (wadi’ah),wakalah bersyarat(kafalah). Sedangkan akad tijarah adalah segala macam perjajian yang menyagkut for profit transaction. Dilakukan untuk tujuan mencari keuntungan. Contohnya adalah akad investasi, jual-beli, dan sewa-menyewa.

Pengertian dan Syarat Bertransaksi (jual-beli)
Pada hakekatnya jual-beli adalah transaksi antara penjual yang mempunyai barang dan pembeli yang membutuhkan barang. Landasan dari berniaga/jual-beli adalah sikap saling merelakan dan tidak diperbolehkan adanya unsur pemerasan yang menyebabkan pihak lain merasa dirugikan, seperti sabda Rosulullah SAW, ”Sesungguhnya jual-beli itu harus timbul dari saling rela-merelakan.”

Selain itu, Islam mengharamkan praktek riba, yaitu pinjaman yang disyaratkan memakai tambahan dalam pembayaranya, Sebagaiman firman Allah SWT:”Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”[Qs.Al-Baqarah (2):275] dalam kaitanya dengan masalah berniaga ini, Rasulullah SAW bersabda, “Berniagalah kamu sekalian,karena sesungguhnya dalam dunia perdagangan mencakup sembilan persepuluh rezeki umatku.”[HR.Abuu Nu’aim].Namun dalam bertransaksi harus dapat memahami syarat-syarat yang sesuai syariat Islam(hukum syara’). Islam mengharamkan adanya dua akad dalam satu transaksi,”Nabi SAW telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian (transaksi).”[HR.Ahmad,Nasa’I, dan At-tarmidzi dari abu hurayrah].Untuk itu, memahami syarat-syarat transaksi yang lazim dan yang tidak lazim sangat diperlukan agar dapat membedakan peryaratan yang dapat dikategorikan membatalkan transaksi jual-beli atau tidak.

Para fuqaha mengklasifikasikan syarat-syarat jual-beli (transaksi) menjadi dua bagian. Pertama, syarat shahih lazim(transaksi yang sesuai dengan tuntunan aqad), syarat ini dibagi menjadi tiga:

Syarat yang menjadi tuntunan jual-beli. Syarat ini wajib dipenuhi, dan menjadi syarat syahnya sebuah transaksi. Syarat syahnya jual beli adalah adanya pertukaran barang dan pelunasan pelunasan. Syarat yang berhubungan dengan kemaslahatan aqad. Contohnya adalah persyaratan atas criteria barang yang hendak ditransaksikan/mensyaratkan transaksi bisa berlangsung jika pembayaran dilakukan dengan kredit, maka syarat semacam ini diperbolehkan.Syarat yang manfaatnya diketahui oleh penjual dan pembeli. Contohnya adalah jika ada transaksi jual beli rumah, kemudian penjual rumah membolehkan menempati rumah sebelum diserahkan kepada pembeli selam I atau 2 bulan

Yang kedua Syarat fasid (Syarat yang tidak sesuai dengan tuntunan aqad) dibagi menjadi empat:
Syarat yang membatalkan aqad sejak dasarnya. Misalnya, seorang penjual berkata,”Aku jual rumahku dengan syarat kamu harus menjual barangmu yang ini,atau kamu harus meminjami aku barang yang ini.”
Syarat yang meniadakan tuntuntan aqad, tapi aqadnya tetap syah. Tranasksi semacam ini batal. Misalnya, jika penjual mensyaratkan kepada pembeli tidak boleh menjual barangnya, atau tidak boleh menghibahkanya.
Syarat yang tidak memvalidkan aqad. Syarat semacam ini biasanya dikaitkan dengan waktu yang akan datang. Misalnya, penjual berkata,”Aku jual barang ini, jika si fulan telah merelakanya, atau jika kamu menemuiku ditempat ini atau itu.”
Terdapat dua syarat dalam satu transaksi. Misalnya, pihak pembeli mensyaratkan agar yang memotong dan membawa kayu adalah penjualnya sendiri.

Prinsip-prinsip dalam Bertransaksi

Menurut Adiwarman Karim(Presdir Karim Business Consulting) prinsip dalam bertransaksi meliputi:
Prinsip An Taraddin Minkum (kerelaan/ridho)
Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan kedua belah pihak. Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada orang yang merasa dicurigai/ditipu karena ada sesuatu yang unkwon to one party. Dalam bahasa fikih penipuan ini disebut tadis.
Prinsip La Tahlimuna wa la tuzhlamun (jangan mendzolimi dan jangan didzolimi)
Praktek-praktek yang melanggar prinsip ini adalah: rekayasa pasar,taghrir (gharar), dan riba. Ada dua istilah dalam rekayasa pasar:

Ikhtikar(rekayasa dalam supply). Terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.

Bai’Najasy (rekayasa dalam demand).Terjadi bila seorang produsen/pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Contoh iil adalah kasus gorng menggoreng saham di pasar modal.



Top